Tidak Wajib Menyegerakan Qadha (Membayar) Puasa Ramadhan.


Rasiyambumen.com Kajian Khazanah Islam (kategori posting Puasa).

Pembaca budiman, Rahmat serta Bimbingan-Nya semoga selalu tercurah dan menyertai kita dalam segala aktivitas di dunia ini untuk meraih kebahagiaan dan mengharap Ridho-Nya di Akhirat kelak. Aamiin...

Tidak Wajib menyegerakan Qadha (membayar) puasa Ramadhan, adalah suatu rukhsah atau keringanan, keleluasaan waktu, dimana ada kesempatan. Demikian pula dengan puasa kifarat. Hal ini didasarkan dari berita yang sah dari : 'Aisyah, bahwa ia meng-qadha ketinggalan puasa Ramadhannya pada bulan Sya'ban. (1). Aisyah tidak mengqadhakannya padahal ia sanggup melakukannya. 

Mengqadha sama saja halnya dengan melakukan puasa biasa, artinya siapa saja yang meninggalkan-nya beberapa hari, hendaklah membayarnya sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, tanpa tambahan. Hanya perbedaanya ialah bahwa mengqadha tidak perlu terus menerus. Dalam mengqadha puasa, harinya bebas, karena Allah berfirman sebagai berikut :  
 وَمَن كَانَ مَرِيضًا أَوْعَلَىٰ سَفَرٍفَعِدَّةٌ مِّنْ أَيَّامٍ أُخَرَ  
"Dan barangsiapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain". (QS, Al-Baqarah 185). 

Kalimat "pada hari-hari yang lain" menunjukkan bahwa qadha puasa itu harinya bebas , selama tidak di hari terlarang, seperti Idul Fitri, Idu Adha dan hari Tasyrik.
Baca juga ini : Kapankah Batas Waktu Terakhir Untuk Mengqadha Puasa Ramadan?
  • Diperbolehkan berpuasa tanpa sahur, baik karena sengaja atau karena ketiduran, karena sahur bukan syarat sah berpuasa. Yang lebih penting adalah berniat sebelum masuk waktu shalat Subuh karena ini termasuk syarat sah puasa. 
  • Sejak malam harinya setiap orang yang hendak bepuasa, wajib untuk sudah bersengaja bahwa paginya akan berpuasa. Dalillnya adalah; Nabi saw. bersabda : , من لم يجمع الصيام قبل الفجر فلا صيام له  Siapa saja yang belum berniat puasa sebelum terbit fajar maka tidak ada puasa baginya.(2)

Diriwayatkan dari Ibnu Umar r.a. bahwa Rasulullah saw. Berpesan mengenai mengqadha puasa Ramadhan : "Jika ia suka dilakukannya secara terputus-putus, dan jika tidak, maka secara terus-menerus" (3) 

Bagaimana Apabila Bulan Ramadhan Berikutnya Sudah Datang, Tetapi Belum Mengqadha Puasa yang tertinggal.
  • Jika seseorang menangguhkan qadha hingga datang bulan Ramadhan lagi, hendaklah ia mempuasakan bulan Ramadhan yang baru, dan setelah itu hendaklah ia menqadha hutangnya yang lalu. Ia tidaklah wajib membayar fidyah, baik penangguhan qadha itu karena adanya halangan yang dapat dipertanggung jawabkan dengan dalil syariat. (Madzhab Hasan Basri golongan Hanafi).  
  • Malik, Syafi'i, Ahmad dan Ishak, sependapat dengan golongan Hanafi, bahwa tidak wajib membayar fidyah jika pengangguhan disebabkan adanya halangan. Tetapi mereka berlainan pendapat jika penangguhan itu bukan karena suatu halangan. Kata mereka hendaklah ia berpuasa pada bulan Ramadhan ini, kemudian mengqadha utangnya sambil membayar fidyah dengan memberikan makanan sebanyak satu gantang untuk tiap-tiap hari yang ditinggalkannya. Dalam hal ini mereka tidaklah mengemukakan dalil yang dapat dipakai sebagai hujjah atau alasan. Maka yang kuat adalah madzhab golongan Hanafi, karena tanpa keterangan yang sah, sesuatu syariat tak dapat diterima. Walluhu 'alam bisowab. 
  • Bila seseorang mati masih mempunyai hutang puasa Ramadhan, maka walinya tidak wajib membayar fidyah. Bila si mati benadzar maka si walinya harus melaksanakan nadzarnya si mati. Ulama yang mengharuskan bagi wali untuk membayar fidayah bagi si mati berpegang kepada hadits-hadits berikut : 
Baca juga yang ini : Makna Puasa Nadzar, Kifarat Dan Cara Membayarnya.
  • Rasulullah saw. bersabda : "Barangsiapa meninggal dan atasnya ada puasa Ramadhan yang telah ditinggalkan, maka hendaklah diberi makan atas namanya sehari seorang miskin" Dari Ibnu Abbas ia berkata : "Apabila seseorang sakit dalam bulan Ramadhan kemudian mati, padahal ia tidak berpuasa, maka walinya harus memberikan fidyah atas nama si mati. Tidak ada qadha puasa atasnya, akan tetapi jika si mati bernadzar maka walinya harus mengqadha puasanya" (HR. Abu Daud). 
  • Oleh karena itu, para pentahqiq berkesimpulan bahwa dua hadits ini tidak bisa digunakan argumentasi untuk membangun pendapat mereka, sebab hadits di atas adalah hadits dhaif, sementara riwayat dari Ibnu Abbas adalah hadis mauquf. Berpegang dengan kaidah "al-barat al-ashliyyah", maka hadits dhaif dan hadits mauqut tidak dapat digunakan hujjah. Oleh karena itu, pendapat ulama Hanafiyyah lebih utama untuk diikuti. (Imam asy Syaukani, Nailul Authar, Kitab ash-Shiyam). 
Demikian uraian singkat tentang tidak wajib menyegerakan qadha (membayar) Puasa Ramadhan. Semoga bermanfaat dan sebagai dasar pengamalan dalam tuntunan Qadha Puasa Ramadhan.  

Sumber : 
Fiqih Sunnah Jilid 3, hal.281 - 283, Sayyid Sabiq. Penerbit : PT. al-Ma'arif-Bandung.

Catatan kaki :
(1) Diriwayatkan oleh Muslim
(2) (HR. Abu Daud dan Nasa'i dinilai shih oleh Al-Albani)
(3) HR. DAruquthni. 

0 Response to "Tidak Wajib Menyegerakan Qadha (Membayar) Puasa Ramadhan. "

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel