Hal-Hal Puasa Ramadhan Terkait Pendapat Tentang Melihat Bulan (Hilal)


Rasiyambumen.com Kajian Khazanah Islam (kategori posting Puasa)

Pembaca budiman, Rahmat serta Bimbingan-Nya semoga selalu tercurah dan menyertai kita dalam segala aktivitas di dunia ini, untuk meraih kebahagiaan dan mengaharap Ridho-Nya di Akhirat kelak. Aamiin...

Bulan Ramadhan sudah ada dihadapan kita, untuk itu mengenai hal-hal Puasa Ramadhan terkait pendapat tentang melihat bulan (hilal), juga menjadi perhatian kita, karena tak dapat lepas dari dasar perintah puasa itu dengan adanya hilal, ataupun awal bulan Ramadhan itu adalah ketika seorang atau lebih, telah melihat bulan pada akhir bulan Sya'ban atau pada ufuk barat setelah matahari tenggelam, dan waktu itu sudah dapat melihat terbitnya bulan sabit (hilal), maka untuk esoknya sudah dapat ditentukan untuk memulai puasa pada bulan Ramadhan (tanggal 1 Ramadhan). 

Pendapat-Pendapat Tentang Melihat Bulan. 
Apabila awal bulan Ramadhan itu telah kelihatan (dilihat), pada sebagian negeri dan di lain negeri tidak kelihatan, maka wajib hukumnya puasa bagi penduduk negeri-negeri yang melihat itu. Pendapat ini jelas tidak ada perbedaan paham. Sedangkankan yang menjadi pertikaian pahan atau kesalahpahaman antara ulama, ialah terhadap negeri yang tidak melihat itu, apakah wajib atas penduduk negeri yang tidak melihat itu dapat berpuasa, atau tidak, karena ada yang melihatnya di negeri lain.  Dalam hal ini timbul beberapa paham sebagai berikut : 

  1. Pendapat pertama : Tidaklah wajib puasa atas penduduk negeri yang tidak melihat bulan (hilal) berarti melihat bulan di negeri lain, tidak mewajibkan puasa atas penduduk negeri yang tidak turut melihatnya. (melihat hilal). 
  2. Wajib puasa atas penduduk negeri yang tidak melihat itu, apabila yang melihat bulan itu ditetapkan oleh imam (otoritas wilayah) karena imam mempunyai hak terhadap semua negeri-negeri yang diperintahnya. 
  3. Hanya wajib puasa atas penduduk negeri-negeri yang berdekatan dengan negeri-negeri yang dapat melihat bulan (hilal), tetapi terhadap penduduk negeri yang jauh dari negeri tempat melihat bulan itu, tidak wajib berpuasa.
  • Yang dimaksud jauh ialah sama dengan perjalanan qasar. (Safar) dalam ibadah.
  • Perbedaan cuaca, panas atau dinginnya negeri itu dibandaingkan dengan negeri tempat melihatnya bulan (hilal). 
  • Perbedaan terbit Mathali' (terbit matahari). Pendapat inilah yang lebih dekat kepada pengertian ilmiyah. 

Dalam ukuran jarak jauh ini ada pula beberapa pendapat :
     4. Wajib puasa atas penduduk negeri yang kepala adatnya kemungkinan melihat bulan,                             sama dengan imam negeri yang melihat itu, apabila tidak ada yang menghalanginya. 
     5. Tidaklah wajib apabila negeri itu berbeda tinggi atau rendahnya dengan negeri tempat melihat              bulan (hilal). 
Baca juga ini : Tidak Wajib Menyegerakan Qadha (Membayar) Puasa Ramadhan.

Timbul perbadaan paham ini disebabkan hadits Kuraib yang di bawah ini, karena dalam hadits itu nyatalah Ibnu Abbas tidak berbuka (tetap mulai berpuasa pada hari Jum'at)  karena penduduk Syam melihat bulan (hilal).

Sabda Rasulullah saw. : 
عَنْ كُرَيْبٍ أَنَّ أُمَّ الْفَضْلِ بِنْتَ الْحَارِثِ بَعَثَتْهُ إِلَى مُعَاوِيَةَ بِالشَّامِ قَالَ فَقَدِمْتُ الشَّامَ فَقَضَيْتُ حَاجَتَهَا وَاسْتُهِلَّ عَلَيَّ رَمَضَانُ وَأَنَا بِالشَّامِ فَرَأَيْتُ الْهِلَالَ لَيْلَةَ الْجُمُعَةِ ثُمَّ قَدِمْتُ الْمَدِينَةَ فِي آخِرِ الشَّهْرِ فَسَأَلَنِي عَبْدُ اللَّهِ بْنُ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا ثُمَّ ذَكَرَ الْهِلَالَ فَقَالَ مَتَى رَأَيْتُمْ الْهِلَالَ فَقُلْتُ رَأَيْنَاهُ لَيْلَةَ الْجُمُعَةِ فَقَالَ أَنْتَ رَأَيْتَهُ فَقُلْتُ نَعَمْ وَرَآهُ النَّاسُ وَصَامُوا وَصَامَ مُعَاوِيَةُ فَقَالَ لَكِنَّا رَأَيْنَاهُ لَيْلَةَ السَّبْتِ فَلَا نَزَالُ نَصُومُ حَتَّى نُكْمِلَ ثَلَاثِينَ أَوْ نَرَاهُ فَقُلْتُ أَوَ لَا تَكْتَفِي بِرُؤْيَةِ مُعَاوِيَةَ وَصِيَامِهِ فَقَالَ لَا هَكَذَا أَمَرَنَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَشَكَّ يَحْيَى بْنُ يَحْيَى فِي نَكْتَفِي أَوْ تَكْتَفِي
"Dari Kuraib, bahwa Ummul Fadhl binti Harits mengutus kepada Mu'awiyah r.a. ke negeri Syam. Kuraib berkata, : "Maka aku berangkat menuju Syam, akupun telah memenuhi permintaanya. Lalu tibalah bulan Ramadhan, sementara aku masih berada di Syam Aku melihat hilal pada malam Jum'at, kemudian aku tiba di Madinah pada penghujung bulan Ramadhan. Abdullah bin Abbas bertanya kepadaku sambil menyebut hilal (bulan sabit) dan berkata : "Kapan kalian melihat hilal? Aku menjawab,  "Kami melihat pada malam Jum'at. Ia bertanya balik; Apakah kamu melihatnya? Aku menjawab : "Kami melihatnya dan orang-orang juga melihatnya. Mereka (orang-orang di Syam) berpuasa dan Mu'awiyah juga berpuasa bersama mereka. Lalu Ibnu Abbas berkata : Akan tetapi kami melihatnya pada malam Sabtu, maka kami masih berpuasa hingga melengkapi 30 hari atau sampai melihat hilal lagi. Lalu aku bertanya, Apakah tidak cukup bagi kami dengan ru'yah Muawiyah beserta puasanya? Ia menjawab TidaK !, demikianlah Rasulullah saw memerintahkan kami" Yahya bin Yahya ragu-ragu dalam lafadz hadits, cukup bagi kita atau cukup bagi kamu). (HR. Muslim hal.3 / 126-127)
Dan baca juga yang ini : Kapankah Batas Waktu Terakhir Untuk Mengqadha Puasa Ramadan?


Demikian uraian singkat Hal-Hal Pusa Ramadhan Terkait Pendapat Tentang Melihat Bulan (Hilal) Materi ini masih berkait dengan materi yang diposting hari Rabu, tgl, 2/5/2018 Hal-hal Puasa Sunnah dan Wajib. Semoga bermanfaat dan menambah wawasan kita untuk pengamalan agama dengan dasar yang benar. (Semoga!). Dan ikuti tulisan selanjutnya masih dengan hal-hal puasa ramadhan. Tunggu Insya Allah beberapa hari kemudian. 




Sumber :
Fiqih Islam , Oleh H. Sulaiman Rasjid, hal. 221-221. Cetakatan Ketujuhbelas.
Penerbit Attahiriyah - JAKARTA. 


0 Response to "Hal-Hal Puasa Ramadhan Terkait Pendapat Tentang Melihat Bulan (Hilal)"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel