Hukum Menjamak Dzuhur Dan Ashar. ( Dengan Penjelasannya)

 
Rasiyambumen.com Kajian Khazanah Islam (kategori posting Sholat)
 
Pembaca budiman, Bimbingan dan Ridha-Nya semoga selalu tercurah serta mengiringi kita dalam segala aktivitas di dunia ini, semoga kebahagiaan untuk kita semua dan menyandarkan Rahmat-Nya di Akhirat kelak. Aamiin...
 
Jika ada orang yang melakukan safar, dan dia melakukan jamak taqdim, atau sekaligus mengqashar Dzuhur dan Ashar, lalu melanjutkan perjalanan, namun sampai tujuan belum masuk waktu ashar. Apakah dia harus mengulang shalat Asharnya? 

Apabila kita mendapati hal seperti di atas (yang diterangkan), maka terdapat kaidah yang menerangkannya sebagai berikut : 
 من أدى الفريضة حال العذر فلم يبطل بزواله
Siapa yang melakukan amal wajib ketika dalam kondisi udzur, maka amal itu tidak batal walaupun udzurnya sudah hilang. (Simak al-Mugheni, Ibnu Qadamah, 2/124).

Sebagai contoh (analog) Shlat jamak taqdim misal (Dzuhur-Ashar), bagaikan orang shalat dengan melakukan tayamum karena tidak ada air (tidak menemukan air), lalu mengerjakan shalat wajib. Ketika selesai shalat, turun hujan dan mendapatkan air. Apakah shalatnya tadi yang ia kerjakan ketika tayamun hukumnya batal?. 

Yang benar adalah tidak batal dan shalatnya sah, sehingga tidak ada kewajiban orang itu untuk mengulanginya.  Dalil kaidah ini adalah hadits dari sahabat Abu Sa'id Al-Kudhri radiyallahu anhu, beliau bercerita : 
خَرَجَ رَجُلَانِ فِي سَفَرٍ ، فَحَضَرَتْ الصَّلَاةُ – وَلَيْسَ مَعَهُمَا مَاءٌ – فَتَيَمَّمَا صَعِيدًا طَيِّبًا ، فَصَلَّيَا ، ثُمَّ وَجَدَا الْمَاءَ فِي الْوَقْتِ ، فَأَعَادَ أَحَدُهُمَا الصَّلَاةَ وَالْوُضُوءَ ، وَلَمْ يُعِدْ الْآخَرُ ، ثُمَّ أَتَيَا رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَذَكَرَا ذَلِكَ لَهُ ، فَقَالَ لِلَّذِي لَمْ يُعِدْ : أَصَبْت السُّنَّةَ وَأَجْزَأَتْك صَلَاتُك وَقَالَ لِلْآخَرِ : لَك الْأَجْرُ مَرَّتَيْن
Ada dua orang melakukan safar, hingga tibalah waktu shalat, sementara mereka tidak memiliki air, (dan sudah berusaha mencarinya namun tidak didapatinya ada air). Kemudian keduanya bertayamum dengan tanah yang suci, lalu keduanya shalat. Setelah itu keduanya menemukan air, sementara waktu shalat masih ada. Lalu salah satu orang tersebut berwudhu dan mengulangi shalatnya. Sedangkan yang satu lagi tidak mengulangi shalatnya. 

Singkat cerita, keduanya lalu menemui Nabi Shalallahu 'Alaihi Wasallam, dan menceritakan yang mereka alami. Maka Beliau Rasulullah SAW mengatakan kepada orang yang tidak mengulangi shalatnya : Beliau SAW mengatakan apa yang kamu lakukan telah sesuai sunnah, dan shalatmu telah menggugurkan kewajibanmu (sah shalatnya)". 
"Kemudian Beliau juga mengatakan kepada yang mengulangi shalatnya, untukmu mendapat dua pahala". (HR. Abu Daud 338, ad-Darimi 769dan dishahihkan Al-Albani)
 
Nabi Muhammad Shalallahu 'Alaihi Wasallam, membenarkan sahabat yang tidak mengulangi shalatnya, bahkan beliau memuji sahabat ini dengan bersabda :
 أَصَبْت السُّنَّةَ وَأَجْزَأَتْك صَلَاتُك   "Apa yang kamu lakukan telah sesuai dengan sunnah, dan shalatmu telah menggugurkan kewajibanmu (shalatmu sah)"  
 
Kembali kepada kasus yang pada alenia kedua, berkait dengan Jamak Taqdin (Dzuhur-Ashar). Keduanya yang melakukan perjalanan safar itu, shalatnya sah karena dia memiliki udzur untuk melakukan jamak. 
 
Mengambil dari contoh (analog) di atas, maka jamak Dzuhur-Ashar (jamak Taqdim), yang dikerjakan musafir telah menguggurkan kedua shalatnya itu. Dan berdasarkan kaidah di atas, dia tidak perlu mengulangi shlatnya, meskipun dia sampai tujuan belum masuk ashar, atau baru masuk waktu ashar sekalipun.
 
Dan ada pertanyaan satu lagi, bukannya waktu masuk ashar dia bukan musafir lagi, karena dia sudah sampai tujuannya?  
Jawabannya adalah demikian :  Memang benar ketika dia sampai tujuan/rumah, dia tidak lagi berstatus musafir. Namun dia telah melakukan kewajibannya, sesuai ketetantuan syariah waktu masih safar. Karena ketika safar, dia boleh jamak. Sehingga pada saat status safarnya hilang, bukan berarti shalat jamak taqdim yang telah dia kerjakan menjadi batal.  

Ibnu Qadamah mengatakan sebagai berikut :
وإن أتم الصلاتين في وقت الأولى ثم زال العذر بعد فراغه منهما قبل دخول وقت الثانية أجزأته ولم تلزمه الثانية في وقتها لأن الصلاة وقعت صحيحة مجزية عن ما في ذمته وبرئت ذمته منها
Ketika orang menjamak dua shalat diwaktu awal (Jamak Taqdim) kemudian udzur, yang membolehkan jamak telah hilang seusai mengerjakan kedua shalat, dan sebelum masuk shalat berikutnya, maka shalatnya sah, dan tidak ada kewajiban untuk mengulang shalat kedua pada waktunya. (Waktu itu) Karena shalat jamak itu telah dikerjakan secara sah menurut syari'ah, dan telah menggugurkan tanggungannya. (Al-Mugheni 2/124)
 
Keterangan lain juga disampaikan Al-Hafidz Ibnu Rajab dalan kitab kaidah Fiqihnya, Beliau sebutkan di kaidah kelima.  
 
القاعدة الخامسة من عجل عبادة قبل وقت الوجوب ثم جاء وقت الوجوب وقد تغير الحال
"Orang yang menyegerakan ibadah sebelum masuk waktunya, kemudian datang waktu wajib, sementara kondisinya telah berubah" .
Kemudian beliau menyebutkan rinciannya : 
(ومنها) إذا جمع بين الصلاتين في وقت أولاهما بتيمم ثم دخل وقت الثانية وهو واجد للماء
Dintaranya (yang statusnya sah) jika ada orang menjamak dua shalat diwaktu pertama dengan tayamum, kemudian masuk waktu shalat yang kedua, sementara dia mendapatkan air. (Al-Qawaid Ibnu Rajab hlm. 8) Ini kaidah yang dapat menjadi contoh bahwa shalat jamaknya sah dan tidak perlu diulangi.
Dua rincian di atas, diambil dari Fiqih beliau yang terdapat di kaidah kelima, telah beliau tuliskan. 
 
Demikian uraian singkat materi "Hukum Menjamak Dzuhur Dan Ashar (Dengan Penjelasannya"). Semoga bermanfaat dan dapat diamalkan terlebih saat bulan Ramadhan yang kadang banyak umat muslim untuk melakukan Safar (perjalanan Jauh).

0 Response to "Hukum Menjamak Dzuhur Dan Ashar. ( Dengan Penjelasannya)"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel