Haramkah Baca Al-Qur'an Dengan Langgam/Irama Jawa?


Rasiyambumen.com Kajian Khazanah Islam (kategori Posting Fiqih)
Pembaca budiman, Bimbingan dan Ridha-Nya semoga selalu tercurah dan mengiringi kita dalam segala aktivitas di dunia ini, untuk meraih kebahagiaan dan mengharap Rahmat-Nya di Akhirat kelak. Aamin...

Artikel yang berjudul "haramkah baca al-qur'an dengan langgam Jawa" ini juga telah dibahas oleh Ustadz Ahmad Sarwat, Lc.,MA. tepatnya artikel tersebut di unggah pada hari Senin, 18 Mei 2015 pukul 10.39 WIB dalam bentuk tanya jawab.

Pertanyaan dari hamba Allah yang tidak menyebut namanya adalah sebagai berikut :
Bagaimana menurut pendapat Ustadz perdebatan masalah hukum membaca al-qur'an dengan langgam Jawa. Sebab ada yang mengharamkan dan ada juga yang membolehkan. Lalu bagaimana tanggapan Ustadz dalam masalah ini, apakah hukumnya boleh atau tidak.  Itulah redaksi yang menjadi pertanyaan walaupun redaksi yang tertulis sekarang tidak tepat seperti yang asli namun isi dan tujuannya sama. 

Dari pertanyaan di atas Ustadz memberikan jawaban; memang wajar dalam masalah ini terjadi perbedaan diantara banyak pihak. Khusunya sesama pihak-pihak yang ahli di bidang ilmu baca Al-Qur'an, yaitu para qari dan ulama qira'at pun juga ada perbedaan. 

Namun yang menjadi lucu atau janggal perbedaan pendapat ini menular juga kepada kalangan yang bukan ahlinya, yaitu mereka yang bukan kalangan qari dan ulama ahli qiraat. Bahkan mungkin yang membaca qur'anya pun masih blepotan "ngalor-ngidul" atau belang bentong tidak jelas, tetapi tiba-tiba mendadak menjadi ahli qira'at nomor wahid. Mereka ini dengan mudahnya menuding-nuding kesana kesini dan menyalah-nyalahkan siapun yang dianggapnya berseberangan cara pandang. 

Memang sekilas buat kita mendengarkan al-qur'an dibaca dengan langgam jawa ini memang terasa aneh. Sebab yang lazim kita dengar langgam bacaan al-quran adalah khas dari Timur Tengah. Sementara yang kita dengar punya nuansa tanah air, yaitu khusunya nada Jawa. Bagi yang biasa menonton wayang atau mendengarkan tembangan di pewayangan, terasa ini bukan bacaan al-Qur'an, tetapi langgam-langgam khas pewayangan. 

Sehingga wajar bila ada yang terlalu mudah main haramkan saja. Khususnya yang mendengar  bagi orang-orang Arab sana. Jangankan kuping mereka kuping kita yang asli made in Indonesia saja merasa aneh. Tetapi apa karena hanya sekedar merasa aneh terus mengatakan hukumnya haram?. 

Dalam hal ini bagi kita yang awam jangan terlalu mudah bikin fatwa sendiri. Lebih baik kita serahkan kepada para ulama ahlinya. Apabila memang ada perbedaan pendapat dari mereka setidaknya kita tidak mengambil alih hal-hal yang bukan wewenang kita. 

Awalnya perbedaan ini timbul karena ada sebuah hadits : Perintah atau istilah lain larangan membaca Al-Qur'an selain Langgam/Irama Arab. Teks lengkap haditsnya adalah sebagai berikut :
"Bacalah Al-Qur'an dengan lagu dan suara orang Arab. Jauhilah lagu/irama ahli kitab dan orang-orang fasiq. Nanti akan ada orang datang setelahku membaca al-qur'an seperti menyanyi dan melenguh, tidak melampaui tenggorokan mereka. Hati mereka tertimpa fitnah, juga hati bagi yang mengaguminya" (HR. Tarmidzi). 

Namun setelah diteliti oleh para ahli hadits, bahwa hadits di atas ternyata lemah dari sisi Sanad, tergolong dalam hadits Dho'if (lemah). Karena salah satu sanad perawinya ada yang terputus tidak sampai kepada Nabi SAW., sehingga hadits tersebut menjadi Dhoif. Bahkan ada muhaddits yang mengatakan bahwa hadits ini termasuk munkar dan bukan termasuk hadits. Maka dari sisi hadits, ini tidak dapat dijadikan hujjah alias tidak boleh dipakai. 

A. Pendapat yang mengharamkan.
Memang ada beberapa ulama ahli qiraat yang sudah berfatwa tentang haramnya membaca al-qur'an dengan langgam Jawa ini. Salah satunya adalah Syeikh Ali Bashfar yang bermukim di Saudi Arabia. Dari salah seorang muridnya ada yang mengirimkan rekaman bacaan al-qur'an dengan irama Jawa ini. Dan kemudian jawaban beliau berupa larangan yang didasarkan hadits tersebut di atas. Dan juga dikatakan kesalahan tajwid; dimana panjang mad-nya dipaksakan mengikuti kebutuhan lagu. 

Kata Ustadz Ahmad Sarwat, Lc.,MA. yang telah mencermati fatwa dari Syeikh Ali Bashfar itu, setidaknya beliau mencatat ada empat masalah sebgaimana beliau tuturkan sebagai berikut : 

1. Kesalahan Lahjah (Dialek).
Kesalahan nomor satu dari rekaman yang diperdengarkan itu menurut beliau adalah kesalahan lahjah si pembaca yang cenderung orang Jawa. Seharusnya lajahnya harus lahjah Arab. Kesalahan ini didasarkan dengan hadits yang berkait dengan Larangan membaca Al-qur'an dengan selain Langgam/Irama Arab, sebagimana hadits di atas. 

2. Dianggap Memaksakan Diri (Takalluf).
Kesalahan kedua dianggap adanya semacam sikap memaksakan, atau takalluf. Pembacanya dianggap terlalu memaksakan untuk meniru lagu yang "tidak lazim" dalam membaca Al-qur'an.

3. Dicurigai *Ashabiyah (Fanatik Buta). 
Ditambahkan lagi dalam fatwa beliau bahwa ada kecurigaan yang dianggap cukup berbahaya, yaitu bila ada niat merasa perlu menonjolkan kejawaan atau ke-Indonesiaan. Hal ini dianggap membangun sikap Asyabiyah dalam ber-Islam. Padahal Asyabiyah itu hukumnya haram. 

4. Khawatir memper-olok Al-Qur'an.
Dan yang paling fatal jika ada maksud memperolok-olok ayat-ayat Allah yang mereka samakan dengan lagu-lagu atau irama dalam wayang suku jawa.  Maka dengan dasar empat perkara/masalah di atas, dianggap bahwa membaca Al-qur'an dengan langgam jawa itu tidak boleh dilakukan. Nampaknya fatwa beliau ini kemudian disebar-luaskan di berbagai media dan siapun dapat membacanya.

B. Pendapat Yang Membolehkan.
Sementara kita juga menemukan ulama ahli qiraat dari Indonesia, sebut saja misalnya ; KH. Prof. Dr. Ahsin Sakho Muhamad. Beliau seorang pakar ilmu yang langka yaitu; Ilmu-ilmu Al-Qur'an. Lulus segabai Doktor dari Jamiah Islamiyah Madinah dengan prestasi Mumtaz Syaraful Ula alias Cumlaude. Kiprah beliau di dunia ilmu qiraat di Indonesia tidak perlu dipertanyakan lagi. Beliau pernah menjadi Rektor dan guru besar di Institut Ilmu Al-Qur'an (IIQ) Jakarta dan menjadi team pentashih terjemah Al-Quran di Departemen Agama RI. 

Kalau kita tanyakan masalah ini kepada beliau, nampaknya pandangan jauh beliau lebih luas. Sebab karena memang beliau adalah orang Indonesia asli pasti paham betul karakter bacaan Qur'an bangsa ini. Beliau mengatakan atau memberikan pendapat sebagai berikut :

"Ini adalah perpaduan yang baik antara seperti langit kalammulah yang menyatu dengan bumi yaitu budaya manusia. Itu sah dan diperbolehkan. Hanya saja bacaan pada langgam budaya harus tetap berpacu seperti yang diajarkan Rasulullah SAW. dan para sahabatnya. Dalam hal ini tajwid, dalam hukum bacaanya, panjang pendeknya dan mahrajnya"  
Lebih lanjut beliau menambahkan :
Cara membaca Al-Qur'an yang mengacu pada langgam budaya Indonesia sangat diperbolehkan dan tidak ada dalil shaheh yang melarang hal demikian. Hanya saja saya belum pernah mendengar jawabul jawab di dalam langgam Cina, walaupun ada di Indonesia. Tetapi jika hanya sekedar langgam Jawa, Sumatra, Sunda, Melayu dan lainnya itu sah saja, selama memperhatikan hukum bacaan semestinya. Itu kreatifitas budaya saja.   

1. Hadits Larangan Selain Langgam Arab.
Lalu bagaimana dengan hadits di atas, dan yang mana yang Rasulullah SAW mengharamkan kita menggunakan selain langgam Arab? Kami tulis kembali terjemahan hadits di atas sebagai berikut: 
"Bacalah Al-Qur'an dengan lagu dan suara orang Arab. Jauhilah lagu/irama ahli kitab dan orang-orang fasiq. Nanti akan ada orang datang setelahku membaca al-qur'an seperti menyanyi dan melenguh, tidak melampaui tenggorokan mereka. Hati mereka tertimpa fitnah, juga hati bagi yang mengaguminya" (HR. Tarmidzi).

a. Sanad Yang Lemah.
Hadist di atas, dari sisi Sanad tergolong dalam hadits Dho'if (lemah).Karena salah satu sanad perawinya ada yang terputus tidak sampai kepada Nabi SAW., sehingga hadits tersebut menjadi Dhoif. Bahkan ada *muhaddits yang mengatakan bahwa hadits ini termasuk munkar dan bukan termasuk hadits. Maka dari sisi derajat hadits ini tidak dapat dijadikan hujjah alias tidak boleh dipakai. 

b. Langgam Arab Yang Mana?
Negeri Arab di masa Rasulullah SAW, sangat sempit dan terbatas, seputar Mekkah, Madinah dan kisaran jazirah Arab saja. Di luar itu tidak pernah disebut Arab. Habasyah, Mesir, Yaman, Palestina, Suriah, Iraq, dan Iran dimasa itu masih bukan Arab. Agama yang dianut penduduknya bukan Agama Islam, dan mereka dianggap sebagai bangsa-bangsa kafir non Arab. Bahkan bahasa merekapun juga bukan bahasa Arab. 

Jadi kalupun hadits Rasulullah SAW yang dhaif itu masih mau dipaksa-paksa juga untuk dipakai, tetap saja tidak tepat. Seandainya hadits di atas itu dibilang shaheh, dan larangan Rasulullah SAW terpaksa kita ikuti juga, maka nagham/irama cara baca alqur'an yang kita kenal selama inipun harus terlarang. Sebab nagham/irama Bayyati, Shoba', Nahawand, Hijaz, Rost, Sika dan Jiharka, itu bukan dari Mekkah atau Madinah, bahkan bukan dari jazirah Arab.  

Ketujuh jenis nagham/irama itu malah berasal dari Iran. Dan Iran dimasa Rasullah SAW bukan negeri Arab. Bahkan sampai hari inipun tidak pernah dianggap sebagai negara Arab. Pemerintah Iran sendiripun tidak pernah mengaku-ngaku sebagai negara Arab. Bahasa resmi mereka-pun juga bukan bahasa Arab, melainkan bahasa Persia.
Maka apabila mau melarang langgam Jawa misalnya, ketujuh langgam diatas yang sudah kita kenal sepanjang sejarah Islam, itu pun harus dilarang juga, lantaran bukan langgam Arab sebagaimana yang dimaksud oleh Rasulullah SAW.  Itu apabila hadits di atas tetap dianggap shoheh.

2. Lahjah (dialek) Tidak Benar. 
Lahjah yang dianggap tidak benar oleh  Syeikh Ali Bashfar itu boleh jadi memang demikian. 
Maksudnya si pembaca dianggap kurang baik bacaannya. Dan itu biasa semua yang pernah ikut daurah Al-Qur'an dengan beliau pasti pernah merasakan disalah-salahkan ketika dianggap lahjah kita kurang pas ditelingan beliau. 
Namun kita harus membedakan lahjah dengan langgam. Dan yang beliau kritisi lahjahnya yang kurang tepat itu harus diakui. Membaca Al-Qur'an memang harus dengan lahjah yang benar. Sifat-sifat huruf, makharijul huruf dan hukum-hukum yang berlaku pada ilmu tajwid memang wajib ditaati dan dijalankan dengan benar. 
Namun langgam adalah sesuatu yang lain dan berbeda. Karena langgam merupakan irama atau nada, bukan lahjah. Contoh mudahnya, ketika membunyikan huruf shad, pipi harus kembung. Huruf ra' kadang harus dibaca tipis kadang harus dibaca tebal. Ini semua adalah contoh lahjah bukan irama/langgam.

Sedangkan langgam/irama itu merupakan nada, sama sekali tidak ada kaitannya dengan titik artikulasi, pelafalan huruf ataupun hukum-hukum seperti idzhar, idgham, iqlab, dan ikhfa. Dan kalau sudah masuk irama dan nada, tiap bangsa dan tiap negeri pasti punya ciri khas yang identik dan tidak dapat dipisahkan. Ada satu contoh yang bacaan Al-qurannya dengan langgam negara Sudan ini sangat mirip dengan bacaan al-qur'an langgam Jawa. 
Contoh lain kalau kita mendengar orang Cina asli Tiongkok sana, sedang membaca Al-Qur'an pasti kita akan merasakan ada nada-nada khas Cina.  Begitu juga kalau kita dengar orang melayu membaca Al-qur'an, kita akan akan merasakan nuansa khas nada-nada kemelayuannya. Apa hal yang demikian diananggap melanggar ketentuan membaca Al-qur'an? Jawabannya tentu tidak sama sekali. 

Tetapi ketika orang jawa keliru membunyikan huruf  'ain menjadi 'ngain atau huruf ha dibaca menjadi "kha" atau huruf  ba' yang dibunyikan lebih ngebas karena lahjah Jawanya, disitulah letak kekeliruan yang harus diluruskan. Adapun nada bacaan yang terasa nada Jawa selama tidak menyalahi hukum-hukum bacaan, tentu tidak jadi masalah. 

3. Langgam Jawa = Menghidupkan Ashabiyah?
Adapun membaca Al-Qur'an dianggap menghidupkan ashabiyah, jelas sekali bahwa yang jadi masalah bukan pada langgamnya tetapi pada niat dan tujuan untuk menghidupkan ashabiyah. Apabila niatnya semata-mata ingin menghidup-hidupkan ashabiyah, tentu saja hukumnya haram.
Tetapi bagaimana kita dapat pastikan bahwa yang membacanya punya niat tersebut?. Lalu bagaimana kalau si pembaca sama sekali tidak punya niatan dan maksud menghidup-hidupkan ashabiyah?. Apa kita tetap memaksanya harus ashabiyah? 

4. Langgam Jawa = Menjelek-jelekan Al-Qu'an. 
Apalagi kalau dikatan bahwa langgam Jawa itu dianggap menjelekkan Al-Qur'an. Tentu sifatnya sangat subjekti sekali. Kita tanya apa benar qari yang lahjahnya sempurna tajwidnya benar dan suaranya fasih luar biasa, ketika membaca Al-Qur'an dengan langgam Jawa lantas niatnya ingin mengolok-olok dan menjelekan Al-Qur'an.? Jawaban kita tentu tidak!.

Kesimpulan :
Bahwa apa yang Ustadz Ahmad Sarwat, Lc. , MA  tulis, beliau mengatakan semuanya itu bukan pendapatnya, tetapi hanya hasil kutipan dan saduran dari para pakar ilmu qiraat semata. Dan beliau mengatakan kalau ada dua pendapat yang saling bertentangan kita harus maklum. Namanya saja masalah ijtihad, para ahlinya silahkan berbeda pendapat. 
Sementara kita yang bukan ahli ilmu qiraat, apalagi yang kualitas bacaan Al-Qurannya parah bermasalah besar, sebaiknya kita menahan diri tidak ikut-ikutan berfatwa.

Demikian uraian singkat materi "Haramkah Baca Al-Qur'an Dengan Langgam/Irama Jawa?". Semoga menjadi tambah wawasan kita dalam belajar Islam secara kaafah yang mulia ini. Aamiin...
  
Keterangan :
* Muhaddits : Adalah orang orang yang bergelut dengan ilmu hadits, baik dari sisi rawi (riwayat) maupun dirayah, mengetahui banyak riwayat dan mengetahi para perawinya
* Ashabiyah : Adalah fanatik buta, bersikap membela dan mengikuti pihak yang menjadi sasaran ashabiyah, baik pihak tersebut benar atau salah. Benar atau salah tetap dibela.
Asyabiyah dapat dalam berbagai keadaan, seperti ashabiyah terhadap suku, negara, madzhab, dll. 

0 Response to "Haramkah Baca Al-Qur'an Dengan Langgam/Irama Jawa?"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel