Mengabaikan Shalat, Rugi Pada Diri Sendiri.

Ilustrasi Shalat berlanjut makna substansialnya. 
Rasiyambumen.com Kajian Khazanah Islam (kategori posting Shalat)
Pembaca budiman, Rahmat serta Bimbingan-Nya semoga selalu tercurah dan mengiringi kita dalam segala aktivitas di dunia ini untuk meraih kebahagiaan dan mengharap Ridho-Nya di Akhirat kelak. Aamiin...

Ada ungkapan terhadap ibadah yang berbunyi "Sudah shalat tetapi belum shalat". Ungkapan ini sering disematkan kepada orang yang telah melaksanakan shalat tetapi lalai/mengabaikan dalam shalatnya.  Apa makna dari ungkapan tersebut?. Sebab banyak orang yang sudah mengerjakan shalat tetapi tidak sampai pada substansi isi dalam shalat tersebut. 
Sunan Kalijaga seorang wali pada abad ke 16 yang pernah menyebarkan ajaran Islam di Tanah Jawa juga pernah menyitir kalimat yang senada dengan bahasa jawanya " Uwis sembahyang ananging durung sembahyang" Artinya : "Sudah Shalat tetapi belum shalat"
Perintah shalat pada hakekatnya adalah agar kita mendirikan bukan mengerjakan karena ketika makna kalimat yang ada dalam firman Allah terkait dengan shalat "aqimusshalaah" (dirikan shalat) sedang kita sering mengartikan "kerjakan shalat" maka hal ini yang sering menjadi kita lalai dalam shalatnya. Firman Allah sebagai berikut : 
....dan dirikankah shalat. Seseungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan-perbutan) keji dan mungkar. (QS Al Ankabut (29) : 45).  
Shalat dapat bermakna Formal tetapi juga dapat bermakna Substansial. 
Pengertian Formal dalam shalat, adalah suatu pekerjaan yang dimulai dari takbiratul ihram dan diakhiri dengan salam dan ini wajib dijalankan sesuai amalan Nabi Muhammad saw. Tidak dapat ditambah-tambah apalagi dikurangi, baik syarat, rukun, wajib, maupun cara dan urutannya. Oleh karena itu siapa saja yang kan menjalankan/mengerjakan shalat wajib belajar dan memahami seluk beluknya. 
Karena jangan-jangan secara tidak sadar shalat kita belum benar dan itu akan berakibat menjadi lalai. Para ahli Fiqih menegaskan bahwa shalat tergolong ibadah khusus yang punya kaidah : "Semua amalan shalat haram dikerjakan kecuali yang diperintahkan (diamalkan) Rasulullah saw." 

Pengertian Substansi dalam shalat, adalah kaitannya dengan prilaku manusia sesuai dengan ayat di atas, adalah untuk mencegah perbuatan keji dan mungkar. Siapapun yang menjalankan shalat, wajib berusaha sekuat tenaga dan berusaha untuk menegakkan makna shalat, yaitu menjaga dari sifat tercela, tertolak dalam amalannya, dan tentu berusaha terhindar dari salah. Tidak ada kata "shalat jalan terus" tetapi kecurangan, korupsi, menipu, menindas, mencuri juga jan terus. Sebab perbuatan korupsi, mencuri, menipu, keji, mungkar, menindas, dan mencela itu tidak dapat seiring dengan menegakkan shalat. 

Tidak menggabaikan/melaikan, berarti menyadari dan menjaganya. Menjaga shalat dengan demikian, dapat dimaknai menegakkan shalat secara benar dan khusu' serta menjaga prilaku di luar shalat, berarti telah menegakkan shalat, karena makna menegakkan adalah yang dapat mencegah perbuatan keji dan mungkar.  
Misalnya, shalat subuh kita cukup hanya dilakukan selama 5-10 menit, tetapi untuk mencaga shalat subuh agar tidak ternodai perbuatan tercela, berarti harus menjauhkan diri perbuatan keji dan mungkar atau tercela itu, seusai shalat subuh hingga sampai dengan shalat dzuhur. 

Begitu juga menjalankan sahalat Dzuhur dapat dikerjakan hanya 5-10 menit, tetapi harus pula menjaganya agar tidak terkotori perbuatan tercela, hingga masuk dalam shalat Asyar. Dekimian seterusnya hingga lima waktu shalat, sehari semalam dalam jangka waktu 24 jam kita jauhi perbuatan keji dan mungkar. Jika kita cermati hadits Nabi saw. yang berkait dengan amalan shalat, bahwa pada hari kiamat nanti yang pertama kali dihisah adalah shalatnya. Di bawah ini adalah bunyi haditsnya : 
"Sesungguhnya amal hamba yang pertma kali akan dihisab pada hari kiamat adalah shalatnya. Apabila shalatnya baik, dia akan mendapat keberuntungan dan keselamatan. Dan apabila shalatnya rusak ia akan menyesal dan merugi. Jika ada yang kurang dari shalat wajibnya, Allah Tabaroka wata'ala, mengatakan ; "Lihatlah apakah pada hamba tersebut memiliki amalan yang sunnah?. Maka shalat sunnah tersebut akan menyempurnakan shalat wajib yang kurang". Begitu pula dengan amalan yang lainnya, seperti itu. (HR. Ath-Thabrani). 

Maka shalat formal yang memang waktunya amat sempit dibanding dengan waktu di luar shalat, juga apa manfaat dan bekas shalatnya jika perilaku di luar shalat nyatanya tidak mencerminkan substansi shalat itu sendiri. 
Formal dan Substansi  shalat harus kita jaga, sesuai perintah dalam al-Qur'an yang selalu menggunakan kata "qawama, aqamu, dan aqimu" yang sering diterjemahkan dengan arti tegakkan. 
Menegakkan ataupun menjaga shalat, berarti bersikap tuma'ninah dan dewasa dalam shalat. Sebab jika masih sebatas formalitas, maka shalat kita juga dapat dikatagorikan seperti shalatnya anak-anak yang dapat dikatakan "Sudah Shalat Tetapi Belum Shalat". Wallahu 'alam bishawwab.

Demikian urain singkat tentang "Mengabaikan Shalat, Rugi Pada Diri Sendiri.". Semoga bermanfaat dan marilah kita belajar untuk masuk ala substansi daripada shalat.

0 Response to "Mengabaikan Shalat, Rugi Pada Diri Sendiri."

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel