TATA CARA DAN WAKTU MENGKADHA PUASA RAMADHAN

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَٰنِ الرَّحِيمِ
Assalamu'alaikum wr.wb. 
Kajian Islam (katagori posting "Puasa")
Pembaca budiman, jumpa lagi sudah 3 hari tidak posting, karena kesibukan yang lain tetapi saya selalu berdoa semoga pembaca selalu sehat dan dirahmati Allah SWT.
Rasiyambumen/Pelangi Khazanah Islam kali ini menulis judul Tata Cara dan Waktu Mengkadha Pusa Ramadhan.
Menggantikan/mengkadha puasa Ramadhan, tidaklah wajib menyegerakannya, ialah diberi keleluasaan waktu, dimana ada kesempan dan demikian pula dengan puasa kifarat. Telah diperoleh berita yang soheh dari "Aisyah" bahwa ia mengkadha ketinggalan puasa ramadhannya di bulan Sya'ban (1) dan tidak dikadhanya dengan segera padahal ia sanggup melakukannya. Mengkadha sama saja halnya dengan ada' atau melakukan puasa biasa, artinya siapa saja yang meninggalkannya beberapa hari hendaknya membayarnya sebanyak hari yang ditinggalkannya, tanpa tambahan apapun. Hanya perbedaanya ialah bahwa mengkadha tidak perlu terus menerus. Dalam mengkadha puasa harinya bebas, sesuai firman Allah SWT.   :  وَمَن كَانَ مَرِيضًا أَوْ عَلَىٰ سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِّنْ أَيَّامٍ أُخَرَ   
"Barang siapa sakit atau dalam perjalalan (lalu ia berbuka) maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain." (QS Al Baqarah : 184).    
Kalimat pada "hari-hari yang lain" menunjukkan bahwa kadha puasa itu harinya bebas, selama tidak di hari terlarang, seperti idul Fitri, idul Adha dan hari tasyrik.
  • Diperbolehkan puasa tanpa sahur, baik karena disengaja atau karena ketiduran, karena sahur bukan syarat sah berpusa. Yang lebih penting adalah berniat sebelum subuh karena ini adalah sebuah syarat sah puasa.
  • Sejak malam harinya orang yang sudah berniat puasa wajib harus bersengaja bahwa pagianya mau berpuasa. Dalilnya adalah hadits dari Hafsyah r.a Nabi saw. bersabda : "Siapa saja yang belum berniat puasa sebelum terbit fajar maka tidak ada puasa baginya" .(2)
Diriwayatkan dari Ibnu Umar bahwa Rasulullah saw. "Berpesan mengenai mengkadha puasa ramadhan : Jika ia suka dilakukannya secara terputus-putus dan jika tidak, maka lakukanlah terus-menerus."(3)

Belum Mengkhada Ketika Datang Ramadhan Berikutnya 
  • Jika seseorang menangguhkan kadha hingga datang ke bulan ramadhan lagi, hendaklah ia mempuasakan bulan ramadhan yang baru, dan setelah itu hendaknya ia mengkadha hutangnya yang lalu. Ia tidak wajib membayar fidyah, baik penangguhan kadha itu,karena adanya halangan atau tida. (Mazhab Hasan Basri dan golongan Hanafi).
  • Malik, Syafi'i, Ahmad dan Ishak sependapat dengan golongan Hanafi, bahwa tidak wajib membayar fidyah jika pengangguhan disebabkan ada halangan. Kata mereka hendaklah ia berpuasa pada bulan ramadhan ini, kemudian mengkadha utangnya, sambil membayar fidyah dengan memberikan makanan sebanyak satu gantang untuk tiap-tiap hari yang ditinggalkannya. Dalam hal ii mereka tidak mengemukakan dalil yang dapat dipakai sebagai hujjah atau alasan. Maka yang kuat adalah mazhab golongan Hanafi karena tanpa keterangan yang sah, sesuatu syariat tak dapat diterima. Allahu a'lam.
  • Bila seseorang mati dengan menyisakan puasa ramadhan, maka walinya tidak wajib membayar fidyah. Bila simati bernazar maka walinya wajib membayar nazarnya si mati. Ulama yang mewajibkan harus membayar fidyah, bagi si mati berpegang pekada hadits-hadits berikut ini, : Rasulullah saw. bersabda : "Barang siapa dan atasnya ada puasa ramadhan, yang telah ditinggalkan maka hendaklah memberi makan atas namanya sehari sehari seorang miskin sesuai hari yang ditinggalkannya. HR.Tarmidzi dari Ibnu Abas, ia berkata : "Apakah seseorang sakit dalam bulan ramadhan kemudaian mati, padahal ia tidak berpusasa, maka walinya harus memberikan fidyah atas nama si mati. Tidak ada kadha atasnya, akan tetapi jika si mati bernazar maka walinya harus mengkadha puasanya. (HR. Abu Daud)
  • Oleh karena itu para pentahqiq, berkesimpulan bahwa dua hadits ini tidak dapat dibuat argumentasi untuk membangun pendapat mereka, sebab hadits di atas adalah hadits dha'if  sementara riwayat dari Ibnu Abbas adalah hadits nauqut.  Berpegang dengan kaidah "al-barat al ashiyyah"   maka hadits dha'if dan hadits mauqut tidak dapat digunakan sebagai hujjah. Oleh karena itu, pendapat ulama Hanafiyyah lebih utama untuk diikuti (Imam assy Syaukani,Nailul Autsar kitab As-Shiyam)
Demikian  penjelasan Tata Cara Dan Waktu Mengkadha Puasa Ramadhan berdasarkan Al-Quran dan Al-Hadits Shoheh. Semoga menanmbah pengetahuan dan menjadikan keimanan kita bertambah.

(1) Diriwayatkan oleh Muslim
(2) (HR. Abu Daud dan Nasai dinilai shoheh oleh Al Bani)
(3) HR. Daruqutni  

Baca pula materi lain klik disini : Thoharah
 

0 Response to "TATA CARA DAN WAKTU MENGKADHA PUASA RAMADHAN"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel