Para Suami Berhati-hati Jangan Pernah Menzihar Istri "Ini Akan Fatal Akibatnya"

Larangan Menzihar Istri. 
Rasiyambumen.com Kajian Khazanah Islam (kategori posting Hukum Fiqih)
Pembaca budiman, Bimbingan dan Ridha-Nya semoga selalu tercurah serta mengiringi kita dalam segala aktivitas di dunia ini, untuk meraih kebahagiaan dan mengharap Rahmat-Nya di Akhirat kelak. Aamiin...

Menzihar (menyamakan istri seperti ibu kandungnya).
Zihar yang diucapkan oleh seorang suami terhadap istrinya merupakan persoalan yang sangat serius. Seorang suami yang melakukan zihar terhadap istrinya, maka istrinya menjadi haram baginya selamanya. Keduanya dinyatakan tidak boleh melakukan rujuk.  

Kisah atau kejadian (menzihar istri), pernah terjadi di zaman Rasulullah s.a.w. Seorang istri bernama 
Khaulah binti Tsa'labah mengadu kepada Nabi Muhammad s.a.w. terkait dengan persoalan rumah tangganya. Kejadian ini dikarenakan terjadi perdebatan sengit antara Khaulah binti Tsa'labah sebagai istri dari Aus bin Shamit. Dalam perdebatan itu istrinya dengan nada ketus ber-argumentasi dengan memojokan suaminya. Aus bin Shamit jengkel kemudian menziharnya (bersumpah menyamakan istri dengan ibu kandungnya) Hal itulah yang menjadi pasal pengaduan Khaulah kepada Rasulullah s.a.w.

Karena tidak mendapat jawaban/solusi yang diinginkannya, dari Nabi Muhammad s.a.w. , Khaulah sebagai istri dari Aus bin Shamit, akhirnya mengadu langsung kepada Allah hingga akhirnya Allah menurunkan wahyu kepada Nabi Muhammad s.a.w. yaitu (surat Al-Mujadalah ayat 1 - 4), sebagai solusi atas problematika rumah tangga Khaulah dengan Aus bin Shamit. 
Ayat tersebut menegaskan bahwa perbuatan menzihar (menyamakan istrinya dengan ibu kandungnya) adalah di larang dalam Islam. 

Namun jika suami menyesali perbutannya dan bermaksud kembali atau rujuk dengan istrinya, maka dia wajib memerdekakan seorang budak (hamba sahaya) atau berpuasa atau memberi makan fakir miskin. Itulah hukuman Allah bagi orang-orang yang beriman. Adapun teks secara lengkapnya dapat kita baca pada surat al-Mujadalah ayat 1-4 di bawah ini : 
"Sesungguhnya Allah telah mendengar perkataan wanita yang mengajukan gugatan kepada kamu tentang suaminya, dan mengadukan (halnya) kepada Allah, dan Allah mendengar soal jawab antara kamu berdua. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Melihat". (01)
"Orang-orang yang menzihar istrinya diantara kamu (menganggap istrinya sebagai ibunya, padahal) tiadalah istri mereka itu ibu mereka, ibu-ibu mereka tidak lain hanyalah wanita yang melahirkan mereka. Dan sesungguhnya mereka sungguh-sungguh mengucapkan suatu perkataan mungkar dan dusta. Dan sesungguhnya Allah Maha pema'af lagi Maha Pengampun". (02)
"Orang-orang yang menzihar istri mereka, kemudaian mereka hendak menarik kembali apa yang mereka ucapkan, maka (wajib atasnya) memerdekaan seorang budak sebelum kedua suami istri bercampur. Demikianlah yang diajarkan kepada kamu dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan". (03)
"Barangsiapa yang tidak mendapatkan (budak) maka (wajib atasnya) berpuasa dua bulan berturut-turut sebelum keduanya bercampur. Maka siapa yang tidak kuasa (wajiblah atasnya) memberi makan enam puluh  orang miskin. Demikianlah supaya kamu beriman kepada Allah dan Rasul-Nya. dan itulah hukum-hukum Allah dan bagi orang-orang kafir ada siksaan yang sangat pedih". (04)

Khaulah semula merasa senang karena jawaban yang ia tanyakan telah ada solusinya dengan turunnya wahyu di atas. Namun ketika ia sadar dengan kifarat yang harus dibayarkan untuk berpuasa dua bulan berturut-turut atas suaminya dengan kecil hati ia merasa tak yakin. Kalaupun masih ada jalan keluar lagi yaitu bila tidak mampu berpuasa masih dapat memberi makan fakir miskin, tetapi ini juga tidak mungkin untuk dapat dijalankan sebab suamiku adalah orang yang paling miskin di sekitar lingkungan rumah. Dalam benak hatinya bagaimana mungkin suaminya dapat membayar kifarat tersebut.  

Khaulah tak putus asa demi dapat rujuk kembali dengan suaminya. Kini giliran sang suami ; Aus bin Shamit diperintah untuk menghadap Nabi Muhammad s.a.w. dan minta solusi atas persoalan tersebut.  Nabi Muhammad bertanya kepada Aus bin Shamit mampukah kamu berpuasa dua bulan berturut-turut? Tidak jawab Aus. Apakah kamu mampu memerdekakan seorang budak? Tidak jawab Aus. Nabi bertanya lagi apakah kamu mampu memberi makan 60 fakir miskin?. Lagi-lagi Aus menjawab Tidak mampu. Nabi Muhammad s.a.w. menjadi iba setelah mendengar jawaban dari Aus. Lalu Nabi s.a.w meminta kepada sahabatnya yang lain, Farhan bin Umar untuk mengambil satu wadah yang berisi 20 atau 25 sha' gandum. 
Kemudian Nabi Muhammad s.a.w. meminta Aus bin Shamit agar memberikan gadum itu kepada 60 orang miskin di sekitar rumahnya.    

Kepada Nabi Muhammad s.a.w. Aus bin Shamit mengatakan tidak ada yang lebih miskin daripada keluargaku di desanya. Aus mengatakan dihadapan Rasul, bagaimana aku akan memberikan gandum itu kepada orang lain ya Nabi Allah, sementara yang paling membutuhkan adalah aku. Kejadian ini membuat nabi tertawa hingga sedikit terlihat geraham giginya yang putih. 
Nabi Muhammad s.a.w. kemudian memerintahkan Aus untuk membagikan makanan itu kepada keluarganya. 
Dari kejadian atau kisah di atas "Khaulah dan suaminya Aus bin Shamit" pada zaman Rasulullah s.a.w., akan selalu mengingatkan kita atau setidaknya menjdikan ibrah bagi setiap suami agar jangan pernah "Menzihar Istrinya". (Menyamakan istrinya dengan ibu kandungnya).

Demikian uraian singkat  agar para suami berhati-hati jangan pernah Menzihar Istri. Ini Akan Fatal Akibatnya. Semoga bermanfaat dan dapat menambah khazanah wawasan ke-Islaman kita. Aamiin...

0 Response to "Para Suami Berhati-hati Jangan Pernah Menzihar Istri "Ini Akan Fatal Akibatnya""

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel