Bolehkah Bermakmum Kepada Imam Yang Rusak Bacaan Al-Qur'annya?.



Rasiyambumen.com Kajian Khazanah Islam (Kategori posting Shalat)
Pembaca budimnan Rahmat serta bimbingan-Nya semoga selalu tercurah dan menyertai kita dalam segala aktivitas di duniaini untuk mencapai kebahagiaan dan mengharap Ridho-Nya di Akhirat kelak. Aamiin...

Bermakmum kepada imam yang rusak bacaan alqur'annya tidak diperbolehkan. Contohnya seorang imam dalam bacaan al-Qur'an tidak sesuai makhraj huruf, bahkah kadang merobah huruf serta tajwidnyapun juga tidak benar. 
Dalam salah satu ketentuan yang dianjurkan untuk menjadi imam berjama'ah di masjid atau mushalla, adalah dari sekian banyak jamaah yang bacaan al-Qur'annya fasih dan hafalannya banyak. Sehingga yang dijadikan pijakan untuk menetapkan seorang imam shalat, bukanlah orang yang dipandang alim dalam perbuatan atau orang yang dihormati di lingkungan tesebut dalam status sosialnya, juga bukan pula dilihat dari sisi usianya. Yang harus diperhatikan dalam menetapkan imam adalah seperti yang disampaikan Rasulullah saw. sebagai berikut : 
لِيُؤَذِّنْ لَكُمْ خِيَارُكُمْ وَلْيَؤُمَّكُمْ قُرَّاؤُكُمْ
"Hendaklah yang mlaksanakan adzan adalah orang yang terpilih, diantara kalian. Dan yang menjadi imam adalah orang yang paling fasih bacaan (al-qur'annya) di antara kalian" (HR. Abu Daud dan Ibnu Majah).  
Namun sering kita temui dalam penduduk di mana orang bermukim sering tidak mengindahkan kaedah yang telah ditentukan dalam syariat yang diajarkan/dicontohkan Rasulullah saw. Masyarakat dalam menentukan Imam shalat hanya karena memandang seorang yang sudah tua usianya, orang yang menjadi pengurus masjid dan terlihat istiqomah, bahkan dari status sosial yang lebih baik dari lingkungannya walaupun orang tersebut tidak fasih dalam bacaan al-qura'annya. Maka yang terjadi  ketika waktu shalat berjama'ah, diimami oleh imam yang notabene bacaan al-qurannya sangat rusak. 

Maka dalam keadaan yang demikian sebenarnya jamaah tidak boleh bermakmum kepada orang yang bukan ahlinya atau fasih dalam bacaan al-qur'annya. Hal ini seperti yang dijelaskan dalam kitab Fatwa al-Fiqhiyyah al-Kubra sebagai berikut : 

وَلَا يَجُوزُ لَهُ أَنْ يَقْتَدِيَ بِمَنْ لَا يُحْسِنُ الْقِرَاءَةَ وَالْمُرَادُ بِعَدَمِ إِحْسَانِ الْقِرَاءَةِ الَّذِي الْكَلَامُ فِيهِ أَنْ يَكُونَ يُبَدِّلُ حَرْفًا بِآخَرَ أَوْ يَلْحَنُ لَحْنًا يُغَيِّرُ الْمَعْنَى أَمَّا غَيْرُ ذَلِكَ فَلَا يَمْنَعُ الْوُجُوبَ.

"Tidak diperbolehkan bagi seseroang berjamaah dengan imam yang tidak baik bacaan al-qur'annya. Yang dimaksud tidak baik bacaan al-qurannya adalah sekiranya ia mengganti suatu huruf dengan huruf lain atau ia membaca lahn (salah) yang pada akhirnya mengubah makna kata. Adapun selain ketentuan di atas tetap tidak mencegah wajibnya shalat berjamaah atau bermakmum". (Syeikh Ibnu Hajar al-Haitami al- Fatwa al Fihiyyah al-Kubra juz 1 hal. 152). 

Namun bagi orang yang mengerti tentang hukum diatas, bermakmum kepada imam yang sebagaimana demikian itu,  pasti akan menjadi masalah tersendiri. Terutama bagi orang yang mengerti hukum itu, tinggal di sekitar masjid yang diimammi oleh orang yang bacaan al-qurannya rusak dan tidak benar. Hal ini akan menjadi dilematis karena bermakmum kepada imam tidak benar bacaan al-qur'annya menurut syariat tidak diperbolehkan. 



Maka tindakan yang paling maslahat baginya adalah tetap mengikuti shalat di masjid mengikuti imam yang rusak dalam bacaan al-qur'annya, namun shalatnya di niatkan shalat sendirian, bukan ikut imam yang bacaan al-qur'annya rusak dan hal ini terus dilakukan, untuk menjaga gunjingan dari masyarakat. Dan dengan berupaya pada setiap saat menyampaikan kepada takmir masjid atau musholla untuk menggantikan figur imam yang sesuai aturan syariat yang telah dicontohkan Rasulullah saw, "yaitu seorang imam shalat adalah yang bacaan al-qur'annya fasih dan banyak hafalannya". Karena seorang takmir bertanggung jawab atas pengelolaan masijd atau mushalla tersebut.  

Praktek shalat yang dilakukan sendirian tanpa niat  berjamaah, namun tetap menyesuaikan gerakan imam, atau yang biasa disebut iqtida' , suratan adalah yang dipandang mengabsahkan shalat ketika memang terdapat faktor seperti gunjingan atau cercaan dari masyarakat terhadap dirinya. Karena kalau tidak mengikuti shalat berjamaah pasti akan terjadi gunjingan atau cercaan terhadap dirinya.  Tindakan yang seperti ini telah dijelaskan dalam kitab Hasyiyah al-Bujairami 'ala al-Manhaj, sebagai berikut : 

ـ (فلو تركها) أي هذه النية (أو شك) فيها (وتابع في فعل أو سلام بعد انتظار كثير) للمتابعة بطلت صلاته لأنه وقفها على صلاة غيره بلا رابط بينهما فلو تابعه اتفاقا أو بعد انتظار يسير أو انتظره كثيرا بلا متابعة لم يضر
"Jika seseorang meninggalkan niat jamaah atau ragu dalam niat jamaah dan ia tetap mengikuti imam dalam gerakannya atau dalam salam setelah menunggu jeda waktu yang lama dengan tujuan untuk mengikuti imam, maka shalatnya batal sebab ia menggantungkan shalatnya pada orang lain tanpa adanya penyambung (rabith) diantara keduanya. Jika mengikuti imam karena faktor kebetulan gerakannya sama, atau menunggu gerakan shalat imam dalam jeda waktu sebentar atau jeda yang lama tanpa ada tujuan mengikuti gerakan imam, maka hal ini tidak membatalkan shalatnya."  
)قوله: فلو تابعه اتفاقا) –إلى أن قال- ولم يذكر محترز قوله للمتابعة ومحترزه ما لو انتظره كثيرا لأجل غيرها كدفع لوم الناس عليه كأن كان لا يحب الاقتداء بالإمام لغرض ويخاف لو انفرد عنه حسا صولة الإمام أو لوم الناس عليه لاتهامه بالرغبة عن الجماعة فإذا انتظر الإمام كثيرا لدفع هذه الريبة فإنه لا يضر كما قرره شيخنا ح ف
"Mushanif (pengarang) tidak mengecualikan dari diksi "lil muthaba'ah" (bertujuan mengiuti gerakan imam) sedangkan pengecualiannya adalah ketika seseorang menunggu gerakan imam dalam jeda yang lama dengan tujuan selain mengikuti gerakan imam mencegah cercaan orang lain kepadanya. Misalnya seperti halnya ketika ia tidak senang shalat dengan imam karena sesuatu hal dan ia khawatir jika shalat sendirian dari imam akan diserang oleh imam dan diguncing jamaah disekitarnya. Karena dianggap tidak senang dengan shalat berjamaah. Maka ketika ia menunggu imam dalam jeda lama (dan mengikuti gerakan-gerakan imam, padahal ia tidak berniat berjamaah dengan imam). Kaarena bertujuan mencegah terjadinya kekhawatiran di atas, maka shalatnya tidak bermasalah (tetap sah) seperti halnya ketentuan yang ditetapkan oleh guru Al-Hafni"  (Syeikh Sulaiman bin Muhammad al-Bujairami, Hasyiyah al-Bujairami 'ala al-Manhaj, juz 1 halaman 133).
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa menghindari gunjingan  dan cercaan masyarakat adalah hal yang patut dihindari agar seseorang dapat berinteraksi  dengan masyarakat secara baik, terlebih bagi tokoh masyarakat atau orang yang diproyeksikan nantinya akan menuntun masyarakat. Bahkan menghindari cercaan masyarakat ini merupakan hal yang dapat tetap mengabsahkan shalat ibtida' shuratan (mengikuti imam hanya dalam gerakan saja, tanpa niat berjamaah dengannya). Wallau a'lam bishowwab. 
Demikian uraian singkat "bolehkah bermakmum kepada imam yang rusak bacaan al-qur'annya?". Semoga bermanfaat dan dapat diamalkan.  

0 Response to "Bolehkah Bermakmum Kepada Imam Yang Rusak Bacaan Al-Qur'annya?."

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel