Barang Jaminan Hutang, Dalam Pandangan Islam.

Kajian Khazanah Islam (katagori posting Mu'amalah)

Pembaca budiman Rahmat serta Bimbingan-Nya semoga selalu menyertai kita dalam segala aktivitas di dunia ini, untuk meraih kebahagiaan dan mengharap Ridho-Nya di Akherat kelak. Aamiin... 

Rasiyambumen.com, mempost materi : Barang Jaminan Hutang Dalam Pandangan Islam. Jaminan atau Borg dalam hutang adalah suatu barang yang dijadikan tanggungan/penguat kepercayaan dalam hutang piutang. Barang jaminan boleh dijual kalau yang berhutang tidak dapat membayar, sesuai waktu kesepakatan ketika aqad hutang tersebut. Hanya penjualannya itu hendaklah dengan keadilan (dengan harga yang berlaku saat/waktu itu).

Terkait dengan barang jaminan, dalam Al-Qur'an Allah berfirman sebagai berikut :

"Jika kamu dalam perjalanan (dan bermu'amalah tidak secara tunai) sedang kamu tidak memperoleh seorang penulis, maka hendaklah ada barang tanggungan yang dipegang (oleh yang memberikan hutang). Akan tetapi jika sebagian kamu mempercayai sebagian yang lain, maka hendaklah yang dipercayai itu menunaikan amanatnya (hutangnya)  dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya, dan jangan kamu (para saksi) menyembunyikan persaksianya. Dan barang siapa yang menyembunyikannya, maka sesungguhnya ia adalah orang yang berdosa hatinya, dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan. (QS Al-Baqarah : 283)

Sabda Rasulullah saw. :
"Dari Anas, ia berkata : Telah merungguhkan/menjaminkan, Rasulullah saw. akan baju besi beliau kepada seorang Yahudi di Madinah, sewaktu beliau menghutang sya'ir (gandum) dari seorang Yahudi untuk ahli rumah (Keluarga Nabi saw.)" (HR. Ahmad, Bukhari, Nasa'i dan Ibnu Majah).

Dari hadits diatas, teranglah kepada kita bahwa agama Islam dalam urusan mu'amalah, tidak membedakan antara pemeluknya dengan yang lain. Wajib atas Muslim membayar hak pemeluk agama lain, seperti terhadap sesama mereka. Begitu juga tidak halal harta mereka melainkan dengan cara yang halal terhadap sesama muslimin.
Baca juga yang ini Di hari Kiamat Ada Dua Golongan Manusia Yang Tidak Ditengok Allah.

Rukun Borg/Jaminan Hutang.

  1. Lafaf, (kalimat 'aqad) seperti ini : saya rungguhkan/jaminkan ini kepada engkau untuk utangku yang sekian kepada engkau. Jawab dari yang berpiutang : Saya terima rungguhan/jaminan ini.
  2. Yang merungguhkan/menjaminkan dan yang menerima rungguhan (yang beruhutang dan yang berpiutang); disyaratkan keadaan keduanya ahli tsyarruf (berhak membelanjakan hartanya). 
  3. Barang yang dapat dirungguhkan adalah,  tiap-tiap zat yang boleh dijual, maka boleh dijadikan rungguhan/jaminan, dengan syarat keadaan barang itu tidak rusak sebelum sampai janji membayar hutangnya.
  4. Ada hutang, disyaratkan keadaan hutang telah dilaksanakan.
Apabila barang yang dirungguhkan/dijaminkan diterima oleh yang berhutang, maka tetaplah  itu sebagai barang rungguhan, (bukan barang milik si bemberi hutang). Karena pada hakekatnya barang tersebut hanya sebagai jaminan saja. Dan tidak boleh dijual keculi dengan izin yang yang meminjam /berhutang. Kecuali sudah waktunya membayar, tetapi peminjam tidak dapat membayarnya, maka barulah boleh dijual sesuai harga yang berlaku saat itu. 

Apabila rusak atau hilang barang yang dirungguhkannya di tangan yang memegangnya ia tidak mengganti, karena barang rungguham itu adalah barang amanat (percaya-mempercayai). Kecuali jika rusak atau hilangnya disebabkan disia-siakan. (tidak dijaga). Hal demikian harus diganti. 

Manfaat Barang yang Dirungguhkan/Jaminkan. 
Yang punya barang tetap berhak mengambil manfaatnya dari barangnya yang dirungguhkan, malahan semua manfaatnya tetap kepunyaan dia, kalau ada kerusakaan barang juga tetap tanggunggannya. Ia berhak mengambil barang yang dirungguhkan itu, walaupun tidak seizin yang menerima rungguhan. Tetapi jika ada niat menghilangkan miliknya dari barang itu atau mengurangi barang itu, tidak dibolehkan melainkan dengan izin yang menerima rungguhan, maka tidak sah bagi orang yang merungguhkan menjual barang yang sedang dirungguhkan itu, gegitu juga mempersewakannya, apabila masa sewanyanya itu melewati masa rungguhan. 
Contoh barang rungguhan yang dimaksud diatas diantaranya adalah sebagai berikut :
  • Misal, Barang rungguhan sebidang tanah.
  • barang rungguhan pohon-pohon yang menghasilkan buah dan manfaat.
  • barang rungguhan kendaraan yang dapat untuk mencari uang
  • barang rungguhan binatang ternak yang ada manfaatnya seperti susu yang dihasilkannya.
  • dll.
Catatan :
Barang yang dijadikan rungguhan/jaminan diatas, hanya (diijabkan/diikrarkan), kepada yang memberi hutangan, tetapi barang rungguhan itu tetap masih dipegang oleh yang meminjam uang, dan lainnya.  
Baca yang ini : ISLAM LARANG HIDUP MEMBUJANG

Sabda Rasulullah saw. :
"Berkata Nabi saw. : "Rungguhan tidak menutup akan yang punyanya dari manfa'at barang itu, faedahnya kepunyaan dia dan dia wajib membayar denda" (HR. Syafi'i dan Daruquthni)

Yang memegang rungguhan boleh mengambil manfaat barang yang dirungguhkan dengan sekadar ganti kerugiannya, untuk menjaga kerusakan dari barang itu.

Sabda Rasulullah saw. 
"Apabila dirungguhkan seekor kambing, maka yang memegang rungguhan itu boleh minum susunya sekedar sebanyak makanan yang diberikan kepada kambing itu, maka jika dilebihkannya dari sebanyak itu, maka lebihnya itu menjadai riba" (HR. Hammad bin Salmah). 

Bertambahnya Barang Yang dirungguhkan.
  • Tambahan yang terpisah seperti;  buahnya, tulurnya, susunya, anak ternaknya yang laihr sesudah dirungguhkan, tidak termasuk barang rungguhan, maka tetap kepunyaan orang yang merungguhkan, dan jika barang rungguhan itu dijual oleh yang memegang rungguhan, tambahannya itu, tidak boleh ikut dijual karena tambahan itu tidak ikut dalam rungguhan.
  • Tambahan yang tidak dapat dipisahkan, seperti tambahan gemuk, tambah besar, dan anak yang masih dalam kandungan, semuanya itu termasuk yang dirungguhkan. Begitu juga bulunya jika di waktu merungguhkan sudah waktu memotong dan tidak dipotongnya, (sebab sampainya waktu memotong tidak dipotongnya) menjadi tanda bahwa bulu itu termasuk dirungguhkan. Tetapi jika di waktu merungguhkan belum waktunya dipotong, maka seperti tambahan yang terpisah, tidak termasuk dirungguhkan, yang punya barang berhak memotong dan mengambil bulu itu, apabila sampai waktu memotong.
Adapun rungguhan yang berlaku di negeri kita ini (seorang merungguhkan sawah atau pohon kelapa, semua penghasilanya diambil oleh yang diserahi rungguhan tersebut, walaupun barang rungguhan berada pada yang meminjam uang), yang demikian tidak sah dan tidak halal. Karena gunanya rungguhan, hanya untuk menambah kepercayaan yang berpiutang kepada yang berhutang, bukan untuk mencari keuntungan bagi yang berpiutang. 
Sabda Rasulullah saw. :
'Tiap-tiap piutang yang mengambil manfaat dari barang rungguhan itu, adalah satu macam dari beberapa macam riba" (HR. Baihaqi). 

Demikian uraian materi ; Barang Jaminan Hutang, Dalam Pandangan Islam. Semoga bermanfaat. 

Sumber :
Fiqih Islam ; oleh H.Sulaiman Rasjid cetakan ketujuhbelas.
Penerbit Attahiriyah, Jakarta. 

0 Response to "Barang Jaminan Hutang, Dalam Pandangan Islam. "

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel