Kedudukan dan Pengakuan Perkawinan Di Luar Islam

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَٰنِ الرَّحِيمِ 
Assalamu'alaikum wr.wb. Kajian Islam (katagori posting Fiqih Nikah)
Pembaca budaiman, selalu teriring doa senantiasa dirahmati dan diridhai Allah swt. dalam seluruh aktivitas di dunia ini untuk bekal kehidupan kekal di Akhirat. aamiin...
Rasiyambumen/Pelangi Khazanah Islam, memposting materi berjudul : Kedudukan dan Pengakuan Perkawinan Di Luar islam. 

Perkawinan adalah suatu institusi yang eksis pada setiap masyarakat dan agama. Masing-masing memiliki tata cara yang berbeda antara satu masyarakat atau agama dengan masyarakat atau agama lainnya. Apakah perkawinan-perkawinan tersebut sah menurut Islam?  Kaidah umum tentang perkawinan di luar Islam :
Mengakui sepanjang yang sesuai dengan ajaran Islam, jika mereka nantinya masuk Islam.

Perkawinan orang-orang kafir tidak pernah dipersoalkan oleh Rasulullah saw. bagaimana terjadinya, adalah syarat-syaratnya yang yang utama sesuai dengan Islam, karenanya dipandang sah atau menyalahi Islam, karenanya dipandang batal.
  • Tetapi yang dipersoalkan adalah persoalan masuknya suami ke dalam Islam. Jika ia bersama istrinya masuk Islam sesuai dengan ajaran Islam, maka keduanya diakui ikatannya, sekalipun perkawinannya terjadi pada zaman Jahiliyah dan tanpa memenuhi syarat-syarat hukum  Islam seperti wali, para saksi dan lain-lain.
  • Jika ternyata suami bersama-sama dengan istri ketika masuk Islam tak dibenarkan meneruskan ikatannya dengan perempuannya, maka Islam tidak mengakuinya. Umpamanya suami ketika masuk Islam ia beristri dengan perempuan yang haram dikawini atau memadu dua saudara sekandung atau lebih dari empat perempuan. Demikianlah dasar yang diletakkan oleh sunnah Rasulullah saw. dan ketentuan-ketentuan lain yang menyalahi ini tidaklah berlaku.
1. Salah Seorang Suami Atau Istri Masuk Islam.
  • Jika yang masuk Islam istrinya saja, perkawinannya diputuskan dan ia wajib ber-iddah. Jika kemudian suami menyusul masuk Islam, selama peremapuannya dalam Iddah maka ia lebih berhak kepadanya, sebagaimana riwayat bahwa Atikah binti Walid bin Mughirah masuk Islam mendahului suaminya, Sofyan bin Umaiyah, kuran g lebih sebulan sebelumnya. Kemudian suaminya menyusul masuk Islam. Maka Rasulullah saw. tetap mengakui ikatan perkawinannya. 
  • Begitu pula kalau suami menyusul masuk Islam setelah masa iddahnya habis sekalipun dalam masa yang lama, maka mereka berdua tetap berada dalam ikatan perkawinan semula jika mereka tetap memilih melangsungkan ikatannya itu, dan istri belum kawin dengan laki-laki lain. Rasulullah saw. mengembalikan putrinya Zainab kepada suaminya Abdul Ash dengan ikatan perkawinannya yang dahulu sesudah dua tahun berpisah, tanpa diadakan sesuatu (mahar dan aqad baru). (HR. Ahmad, Abu Daud dan Tirmidzi Hadis ini disahkan oleh Hakim dari riwayat Ibnu Abbas) .
  • Ibnul Qoyyim berkata : Rasulullah saw. belum pernah memutuskan perkawinan seorang suami yang masuk Islam dari istri yang belum masuk Islam bersamanya. Bahkan jika istri masuk Islam lebih dulu maka hubungan perkawinan tetap seperti semula, selama perempuannya belum kawin lagi. Demikianlah sunnah yang berlaku.
  • Syafi'i berkata : Abu Sofyan masuk Islam di Muurrudzdhahran yaitu sebuah wadi suku Khuza'ah. Pada suku Khuza'ah ada beberapa orang Islam sebelum penaklukkan kota Makkah tinggal di negeri Islam, Abu Sofyan kembali ke Mekkah. Sedang Hindun binti Uthbah, istrinya yang masih kafir, lalu istrinya memegang janggutnya sambil berkata : "Bunuhlah orang tua yang sesat ini". Kemudian setelah beberapa bulan Abu Sofyan masuk Islam, Hindun menyusulnya. Hindun, seorang perempuan kafir tinggal bukan di negeri Islam. Abu Sofyan sudah menjadi Muslim tapi Hindun masih kafir. Setelah iddahnya habis maka Hindun masuk Islam dan keduanya tetap memegang perkawinan semula, tetapi hanya saja iddahnya tidak habis sampai ia masuk Islam.
  • Ahli-ahli sejarah perang mencatat bahwa seorang perempuan Anshar punya suami di Makkah, lalu perempuan ini masuk Islam dan  hijrah ke Madinah. Lalu suaminya menyusulnya, ia masih dalam iddahnya, lalu Nabi saw. masih tetap mengakui ikatan perkawinannya.
2. Pendapat Pengarang Raudhah-Nadiyah 
  • Jika suami masih kafir. Sesungguhnya jika perempuan masuk Islam sedang suaminya masih kafir maka tidaklah dapat dipandang bercerai, karena tetapnya dalam kekafiran itu, sebab kalau demikian tentu bagi suami tak ada lagi jalan berkumpul kembali dengannya setelah masa iddahnya habis, wali perempuannya ridha dengan aqad baru. Tegasnya bahwa perempuan muslimah setelah masuk Islam datang bulan kemudian suci, maka ia ber hak kawin dengan laki-laki mana saja yang ia sukai. Dan jika telah kawin, maka bagi laki-lakinya yang pertama tak ada jalan lagi berkumpul kembali, walau ia masuk Islam.  
  • Jika si istri belum menikah lagi. Tetapi jika perempuan belum kawin, maka ia tetap dalam ikatannya dengan suaminya yang dahulu, tanpa ada aqad nikah baru atau saling kerelaan. Demikianlah keputusan dalil-dalil agama, sekalipun banyak orang tidak setuju. Dekimian juga hukumnya jika salah seorang suami-istri murtad. Jika ia kemudian kembali lagi ke dalam Islam, maka hukumnya sama dengan orang yang baru masuk Islam dan meninggalkan kekafirannya.
Demikian uaraian singkat ini berkaitan Kedudukan dan Pengakuan Perkawinan di Luar Islam.  Semoga bermanfaat.
Pembaca simak materi pada link ini :  Asbabun Nuzul

Sumber
Fiqih Sunnah 7, Sayyid Saabiq telah diedit untuk keselarasan. 
      
 

0 Response to "Kedudukan dan Pengakuan Perkawinan Di Luar Islam"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel