Hukum Lupa Ditinjau Dari Aspek Uhrawi Dan Duniawi.


Rasiyambumen.com Kajian Khazanah Islam (kategori posting Hukum Fiqih).
Pembaca budiman, Rahmat serta Bimbingan-Nya semoga selalu tercurah dan mengiringi kita dalam segala aktivitas di dunia ini untuk meraih kebahagiaan dan menharapkan Ridho-Nya di Akhirat kelak. Aamiin.

Hukum lupa, terbagi menjadi dua bagian antara lain, pertama ; lupa ditinjau dari aspek Uhrawi dan kedua dilihat dari aspek Duniawi. Untuk mengetahui apa efek dari keduanya yaitu uhrawi dan duniawi marilah kita baca dengan seksama hingga tuntas. 

Kata "Lupa" secara bahasa berarti meninggalkan. Sebagaimana dijelaskan dalam ayat di bawah ini :
"Mereka lupa kepada Allah maka Allah melupakan mereka" (QS, At-Taubah : 67).  Maksud nisyan dalam ayat ini adalah meninggalkan.
Kata "Lupa" secara istilah ; Ibnu Nujaim mengatakan tentang nisyan adalah  sebagai berikut : 
"Tidak mengingat sesuatu pada waktu ia membutuhkannya"
Pengaruh Lupa 
Ualama Syafi'iyah dan ulama Hambali dalam pendapat shahih menurut mereka, orang yang lupaberarti telah bebas dari Mukallaf (pembebanan syariat) ketika ia lupa. Karena mengerjakan suatu perintah harus dengan didasari ilmu. 
Adapun pengaruh hukum terhadap yang lupa : 
Pertama Hukum Ukhrawi. 
Sebagaimana firman Allah, sebagai berikut :
"Ya Tuhan kami, jangan Engkau hukum kami jika kami lupa atau kami bersalah" (QS. Al-Baqarah : 286) 
Dalam hadits Ibnu 'Abbas r.a ketika turun firman Allah SWT dibawah ini :
"Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. Ia mendapat pahala (darikebaikan) yang diusahkannya dan ia mendapat siksa (dari kejahatan) yang dikerjakannya. (mereka berdo'a) Ya Tuhan kami janganlah Engkau hukum kami jika kami lupa atau kami bersalah". (QS.Al-Baqarah : 286). "Lalu Allah menjawab, Aku telah mengabulkannya" (HR. Muslim no.125). 
Dari Ibnu Abbas r.a secara mrfu' Rahulullah saw. bersabda : 
"Sesungguhnya Allah menghapus dari dosa ketika dalam keadaan keliru, lupa dan dipaksa" (HR. Ibnu Majah no. 2045. Syeikh Al-Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih). 
Ibnu Taimiyah tentang masalah ini menjelaskan sebagai berikut :
"Siapa saja yang melakukan perkara yang dilarang dalam keadaan keliru atau lupa, Allah tidak akan menyiksanya karena hal itu. Kondisinya seperti tidak pernah berbuat kesalahan tersebut sehingga ia tidak dihukumi berdosa. Jika tidak berdosa, maka tidak disebut ahli maksiat dan tidak dikatakan terjerumus dalam dosa. Jadi ia masih dicatat melakukan yang diperintah dan tidak mengerjakan yang dilarang. Semisal dengan ini tidak membatalkan ibadahnya. Ibadah itu batal jika tidak melakukan yang Allah perintahkan atau melakukan yang dilarang" (Majmu'ah Al-Fatawa, 25 :226). 
Kedua : Hukum Duniawi. 
Jika itu berkaitan dengan meninggalkan perintah karena lupa, maka tidaklah gugur, bahkan harus dilakukan ketika sudah ingat. Dan jika itu berkaitan dengan melakukan larangan dalam keadaan selama bukan pengrusakan, maka tidak dikenakan apa-apa.
Jika itu berkaitan dengan larangan dalam keadaan lupa dan ada pengrusakan, maka tetap ada dham (ganti rugi). 

Cara membedakan perihal Lupa dalam Perintah dan Larangan. 
Ibnul Qayyim rahimahullah berkata ; "Perbedaan penting yang perlu diperhatikan bahwa siapa yang melakukan yang haram dalam keadaan lupa, maka seperti tidak melakukannya. Sedangkan yang meninggalkan perintah karena lupa, itu bukan alasan gugurnya perintah. Namun bagi yang mengerjakan larangan dalam keadaan lupa, maka itu uzur baginya sehingga tidak terkenai dosa" (I'lam Al-Muwaqi'in, 2 :51). 
Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata :
"Barangsiapa melakukan suatu yang terlarang karena lupa, maka ia tidak dikatakan melakukan suatu yang terlarang" (Majmu'ah Al-Tatawa, 20 : 573). 

Beberapa Bentuk Lupa.
Pertama : Lupa dengan meninggalkan perintah.
Misal : Lupa membaca bismillah pada awal wudhu. 
Dari Abu Hurairah r.a. Rasulullah saw. bersabda : 
 "Tidak ada shalat bagi yang tidak ada wudhu. Tidak ada wudhu bagi yang tidak membaca bismillah di dalamnya" (HR. Abu Daud, no. 101 dan Ibnu Mmajah, no. 399 Al-Hafizh Abu Thahir menagatakan bahwa hadits ini hasan).
Kedua : Lupa mengerjakan shalat wajib. 
Para Ulama sepakat bahwa siapa saja yang lupa shalat fardhu, wajib ia mengqadha'nya. Dari Rasulullah saw. bersabda : 
"Jika salah seorang diantara kalian tertidur dari shalat atau ia lupa dari shalat, maka hendaklah ia shalat ketika ia ingat. Karena Allah berfirman (yang artinya) : Kerjakanlah shalat ketika ingat". (QS, Thaha : 14) (HR. Muslim, no.684). 
Cara mengqadhanya jika yang lupa lebih dari satu shalat, dapat dengan petunjuk dari Syekh Abdurrahman bin Nashir As-Sa'di berikut ketika beliau mengatakan dalam Mahajus Salikin. 
"Dan Siapa yang luput dari shalat, wajib baginya untuk mengqadha'nya segera secara berurutan". 
"Jika ia lupa, idak tahu, atau khawatir luput dari shalat hadhirah (yang saat ini ada), maka gugurlah tartib (berurutan) antara shalat yang luput tadi dan shalat yang hadhirah (yang saat ini ada)". 
Demikian kami berikan dua contoh bentuk lupa dalam menyelesaikannya dan semoga bermarfaat. Dan masih banyak contohlain namun kami hanya mengambilnya dua contoh bentuk lupa tersebut. 
Demikian uraian singkat materi "Hukum Lupa Ditinjau Dari Aspek Uhrawi dan Duniawi". Semoga bermanfaat dan dapat diamalkan dalam kehidupan bermua'malah. Wallahu a'lam bishawwab.

0 Response to "Hukum Lupa Ditinjau Dari Aspek Uhrawi Dan Duniawi."

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel