Sejarah dan Hukum Poligami Dalam Tata Aturan Agama Islam.


Rasiyambumen.com Kajian Khazanah Islam (kategori posting Fiqih Nikah)

Pembaca budiman, Rahmat serta bimbingan-Nya semoga selalu tercurah dan mengiringi kita dalam segala aktivitas di dunia ini untuk meraih kebahagiaan dan mengharap Ridho-Nya di Akhirat kelak. Aamiin...

Sejarah dan hukum poligami dalam tata aturan Agama Islam, masih banyak dalam perdebatan yang saling berbeda pendapat antara para ulama yang satu dengan ulama lainnya. Kajian ini akan kami tulis berdasarkan dari sumber Al-Qur'an dan diuraikan dengan hukum Fiqih Nikah sebagai acuan mendudukan perbedaan yang hingga kini masih terus terjadi.   

Poligami didefinisikan sebagai "sistem perkawinan yang salah satu pihak memiliki atau mengawini beberapa lawan jenis dalam waktu yang bersamaan".  Dalam antropologi sosial, poligami merupakan praktek pernikahan kepada lebih dari satu suami atau istri (sesuai dengan jenis kelamin orang bersangkutan). Hal ini berlawanan dengan praktek monogami yang hanya memiliki satu suami atau satu istri. Terdapat tiga bentuk poligami, yaitu Poligami (sistem perkawinan yang membolehkan seorang pria memiliki beberapa wanita sebagai istrinya dalam waktu yang bersamaan, Poliandri (sistem perkawinan yang membolehkan seorang wanita mempunyai suami lebih dari satu orang dalam waktu yang bersamaan), dan pernikahan kelompok ( bahasa Inggris : group marriage, yaitu kombinasi pilgami dan poliandri) 

Walaupun diperbolehkan dalam beberapa kebudayaan, poligami ditentang oleh sebagaian kalangan. Terutama kaum feminis menentang poligami, karena mereka menganggap poligami sebagai bentuk penindasan kepada kaum wanita. Agaknya poligami marak pada masa lalu karena "nurani" dan rasa keadilan lelaki maupun perempuan tidak merasa dirusak olehnya. Kini "rasa keadilan" berkembang sedemikian rupa akibat maraknya seruan HAM dan persamaan gender, sehingga mengantarkan kepada perubahan pandangan terhadap banyak hal, termasuk poligami. Apalagi, ketergantungan perempuan kepada laki-laki tidak lagi serupa dengan masa lalu, akibat pencercahan dan kemajuan yang diraih perempuan dalam berbagai bidang. 

1. Sejarah Permulaan Poligami. 

    Sebelum Islam datang. 
  • Sebenarnya poligmi sudah meluas berlaku pada banyak bangsa sebelum Islam datang. Diantara bangsa-bangsa yang menjalankan poligami, yaitu : Ibrani, Arab Jahillyah dan Cisilia, yang kemudaian melahirkan sebagain besar penduduk yang menghuni negara-negara : Rusia, Lithuania, Polandaia, Cokoslawakia dan Yogoslavia , sebagian orang-orang Jerman dan Saxon yang melahirkan sebagian penduduk yang menghuni negara-negara Jerman , Swiss, Belgia, Belanda, Denmark, Swedia, Norwegia dan Inggris. 
   Bukan berasal dari Islam.
  • Tidak benar, jika dikatakan bahwa Islam-lah yang mula-mula membawa sistem poligami. Sebenarnya sistem poligami ini hingga dewasa ini masih tetap tersebar pada beberapa bangsa yang tidak beragama Islam, seperti Penduduk asli Afrika, Hindu, India, Cina dan Jepang. 
  • Hindu, Poligami dan poliandri dilakukan oleh sekalangan masyarakat Hindu pada zaman dulu. Namun pada prakteknya dalam sejarah hanya raja dan kasta tertentu yang melakukan poligami. Poligami mungkin juga terjadi karena terpaksa yang dilakukan karena berbagai alasan, misalnya karena tidak mempunyai keturunan atau tujuan polikit Raja-Raja Hindu. 
  • Budhisme. Dalam Agama Budha pandangan terhadap Poligami adalah suatu bentuk keserakahan (Lobha). Budha Sidharta Gautama tidak menetapkan hukum relegius apapun berkaitan dengan kehidupan rumah tangga, melainkan memberikan nasihat tentang bagaimana menjalani kehidupan rumah tangga yang terpuji. Walaupun Budha tidak menyebutkan apapun tentang jumlah istri yang dapat dimiliki seorang pria, ia dengan tegas menyatakan bahwa seorang pria yang telah menikah kemudaian pergi ke wanita lainnya yang tidak dalam ikatan perkawainan, hal tersebut dapat menjadi sebab keruntuhanya sendiri. Ia akan menghadapi berbagai masalah dan rintangan yang berat lainnya.  
  • Yudaisme. Walaupun kitab-kitab kuno agama Yahudi menandakan bahwa poligami diizinkan, berbagai kalangan Yahudi kini melarang poligami. 
  • Kristiani. Gereja-gereja Kristiani umum, seperti kristen Protestan, Katolik dan Ortodoks, menentang praktek poligami. Namun beberapa aliran Kriten memperbolehkan poligami dengan merujuk pada kitab-kitab kuno Yahudi. Gereja Katolik merevisi pandangannya sejak masa Paus Leo XIII pada tahun 1866 yakni dengan melarang poligami yang berlaku hingga sekarang. Rujukan yang digunakan umat Kristiani mengenai poligami adalah Kitab Injil Markus 10:1-12.
  • Mormoisme. Penganut Mormoisme pinpinan Joshep Smith di Amerika Serikat sejak tahun 1840-an hingga sekarang mempraktekan, bahkan hampir mewajibkan poligami. Tahun 1882 penganut Mormon memprotes keras undang-undang anti poligami yang dibuat pemerintah Ameriak Serikat. Namun praktek ini resmi dihapuskan ketika Utah memilih untuk bergabung dengan Amerika serikat. Sejumlah gerakan sempalan Mormon sampai kini masih mempraktekan poligami
2. Permulaan Diperbolehkannya Poligami Dalam Islam 

Bermula dari perintah Allah perihal "Memperlakukan anak yatim dengan adil" seperti menjaga harta anak yatim termaktub dalam al-quran tersebut di bawah ini : 








"Dan berikanlah kepada anak-anak yatim (yang sudah baligh) harta mereka, jangan kamu menukar yang baik dengan yang buruk dan jangan kamu makan harta mereka bersama hartamu. Sesungguhnya tindakan-tindakan (menukar dan memakan) itu adalah dosa yang besar". (QS An-Nisa : 2).

Disusul ayat berikutnya mengenai "Larangan menikahi anak yatim dengan mahar yang lebih rendah"  Inilah ayat tersebut :







"Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yatim (dan bilamana kamu mengawininya), maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi, dua, tiga, empat. Kemudian jika kamu takut tidak dapat berlaku adil, maka (kawinilah) seseorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki. Yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya". ( QS, An-Nisa : 3) 

Imam Bukhaari meriwayatkan dari Aisyah r.anha, bahwasanya ada seorang laki-laki yang memiliki tanggungan wanita yatim, lalu dinikahinya, sedangkan wanita itu memiliki sebuah pohon kurma yang berbuah . Laki-laki ini menahannya (tidak mau menceraikannya, dan tidak senang jika dinikahi orang lain). Sedangkan wanita itu tidak mendapatkan sesuatupun dari laki-laki itu. Maka turunlah Al-quran  (Surat An-Nisa ayat 3 tersebut diatas). 

Imam Bukhari juga meriwayatkan dari Urwah bin az-Zubair bahwa ia bertanya kepada aisyah r.a. tentang firman Allah pada An-Nisa ayat 3 ini. Aisyah menjawab : Wahai anak saudaraku, aku yatim perempuan, yang dimaksud adalah wanita yatim yang berada pada pemeliharaan kafilnya (orang yang ditunjuk mengurus dan merawatnya) yang bergabung atau menjadi bagian dalam hartanya, sedangkan si kafil menyukai harta dan kecantikannya, lalu ia ingin mengawininya tanpa berbuat adil dalam maharnya, hingga memberikan mahar yang sama dengan mahar yang diberikan oleh orang lain kepadanya. (jika orang lain itu menikahinya). Maka jika demikian mereka dilarang untuk menikahinya, kecuali mereka dapat berbuat adil kepada wanita-wanita tersebut dan memberikan mahar yang terbaik untuk mereka. (sebagai gantinya) mereka diperintahkan untuk menikah dengan wanita-wanita lain yang mereka sukai (selain anak yatim yang di dalam pemeliharaannya itu). 

3. Hadits Tentang Poligami. 
Diceritakan dalam suatu riwayat Ali bin Abi Thalib bermaksud hendak memadu Fatimah, putri Rasulullah saw. Tetapi Fatimah menolak keras dan mengancam akan minta cerai. Lalu Ali menemui Rasullah saw. (mertuanya) hendak meminta izin untuk menikah lagi. Abdullah berkata kepada Ali. Aku akan meriwayatkan bahwa Musawwir bin Mahramah bercerita kepadanya yang ia pernah mendengar Rasullah saw. berkhutbah di atas mimbar : " Sesungguhnya Bani Hisyam bin Mughirah  (orang tua perempuan yang akan dinikahi Ali bin Abi Thalib) meminta izin kepadaku untuk mengawinkan anak perempuannya dengan Ali bin Abi Thalib, tetapi aku tidak mau mengizinkan. Sabda Rasulullah saw. "Aku tidak mau mengizinkan dan tidak akan mengizinkan, kecuali kalau Ali bin Abi Thalib lebih dulu menceraikan anak perempuanku, lalu kawin dengan anak perempuan mereka. Sebab anak perempuanku adalah darah dagingku. Kalau ia dibuat tidak senang berarti aku pun dibuat tidak senang, dan kalau ia disakiti berarti menyakiti aku."  

Dalam hadits yang lain : "Sesungguhnya Fatimah adalah darah dagingku, dan aku mengkhawatirkan dia akan terganggu agamanya". Kemudian beliau menyebutkan salah seorang menantunya dari bani Abdi Syams, dengan memuji perkawinannya dengan anaknya dan dinilainya baik, lalu sabdanya : Menantu saya kalau bicara dengan saya jujur, kalau janji dengan saya dipenuhi. Dan sesungguhnya saya tidaklah mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram. Tetapi, demi Allah, putri Rasulullah saw tidak boleh berkumpul sama sekali, dengan putri musuh Allah pada satu tempat".

Kesimpulan dari hadits diatas :
  • Jika poligami itu dasar hukumnya wajib atau sunnah, sudah barang tentu Rasul akan mengizinkan Ali menikah lagi, bukankah Rasullah pelaku dan penganjur sunnah?
  • Perkataan Rasulullah "Fatimah adalah darah dagingku" bukan berarti khusus untuk kasus Ali Fatimah saja, tetapi Rasulullah mewakili perasaan semua orang tua yang akan merasakan sakit hati jika anaknya disakitinya.
  • Ada yang berpendapat bahwa sebelum pernikahan telah terjadi suatu perjanjian bahwa Ali tidak akan menyakiti dan membuat Fatimah tidak senang.
Atas dasar itu, sebagian ulama berpendapat bahwa hukum dasar poligami adalah mubah (boleh) dan bisa menjadi wajib, sunnah, makruh bahkan haram tergantung dari situasi dan kondisi.
Keterangan dari macam-macam pendapat para ulama adalah sebagai berikut :
  • Mubah /boleh, inilah hukum asal dari poligami, misal sebabnya sudah lama berumah tangga tetapi istri mandul, atau istri menderita penyakit menahun sehingga tidak dapat melayani kebutuhan biologis suaminya. Manfaatnya bisa beroleh keturunan. Maksudnya boleh di sini adalah boleh bepoligami atau tetap monogami. 
  • Wajib, jika alasan dan manfaat sangat dapat diterima, alasan yang syar'i misalnya penyebaran dakwah, dan manfaatnya banyak orang yang akan beriman. 
  • Sunnah, jika salah satu dari sebab dan manfaat sangat bisa diterima, sementara yang satunya masuk kategori bisa diterima. Misalnya seperti pada contoh wajib, tetepi jumlah yang akan didakwahi sedikit atau personal tapi punya bobot kualitas untuk kelancaran dakwah. 
  • Makruh, salah satu dari sebab atau manfaat tidak dapat diterima. Misalnya : motivasinya karene ingin mengambil hartanya. 
  • Haram, jika sebab dan manfaat tidak dapat diterima. Misalnya sepreti contoh makruh diatas, ditambah yang akan dinikahi adalah orang musyrik. 
Dari uraian diatas, maka dapat diambil kesimpulan bahwa poligami adalah Solusi syar'i dari Allah untuk suami yang karena sebab tertentu dan mengharap manfaat tertentu (kemaslahatan/kebakian) untuk menambah istri. walluhu 'alam



Sumber.
Fiqih Sunnah 7 Sayyid Saabiq. 
Kamus Bahasa indonesia, dan telah diedit oleh penulis. 

0 Response to "Sejarah dan Hukum Poligami Dalam Tata Aturan Agama Islam."

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel