HUKUM ORANG MENINGGAL YANG MASIH ADA HUTANG PUASA

Assalamu'alaikum wr.wb.  Kajian Islam (katagori posting Puasa).
Pembaca budiman, saya ucapkan selamat menunaikan ibadah puasa semoga seluruh amal diterima Allah SWT. aamiin......

Rasiyambumen/Pelangi Khazanah Islam, hadir kembali dalam meteri : Hukum Orang Meninggal Yang Masih Ada Hutang Puasa.

Bagaimanakah hukum orang yang meninggal dunia yang masih mempunyai kewajiban (hutang) Puasa?
Jika seseorang meninggal dunia, sedang kewajiban shalat ada yang luput atau ketinggalan olehnya, maka menurut ijma' ulama baik walinya atau orang lain tidak boleh melakukan shalat sebagai penggantinya. Demikian pula orang yang tak sanggup berpuasa, tidaklah digantikan puasanya oleh seseorang waktu ia masih hidup.  Akan tetapi jika ia meninggal dan masih meninggalkan hutang puasa, sedang ia ketika hipupnya ada kesempatan untuk melakukannya, maka Fuqaha (para ahli fiqih) berselisih paham tentang hukumnya :
  • Tidak digantikan. Jumhur ulama, diantaranya, Abu Hanifah, Malik dan Juga Syafi'i, menurut pendapatnya yang lebih terkenal  berpendapat bahwa wali tidak boleh menggantikan berpuasa, hanya hendaknya ia memberikan segantang makanan untuk setiap hari yang ia berhutang itu (1)  
  • Digantikan. Golongan Syafi'i : disunahkan bagi wali menggantikan orang yang telah meninggal itu berpuasa yang akan membebaskannya dari kewajiban, dan tidak perlu membayar fidyah. Dan yang dimaksud dengan wali ialah : kerabat, baik kedudukannya sebagai ashabah, ahli waris biasa dll. Dan seandainya yang menggantikan puasa itu orang lain, maka puasa itu sah jika dengan izin dari wali. Jika tidak, maka puasa itu tidak sah. Mereka berpedoman pada hadits yang diceritkan oleh Aisyah r.anha. (lihat hadits berikut no.2 di bawah).
1.  Hadits Membayar Hutang Orang Telah Meninggal.  
     a. Wali Menggantikan Puasa. 
Diceritakan oleh Aisyah r.anha bahwa Nabi saw. Bersabda :
"Siapa yang meninggal dunia sedang ia massih mempunyai kewajiban berpuasa, hendaklah digantikan oleh walinya". (2)  (Pada riwayat Bazzar yang sanadnya hasan ada tambahan "jika dikehendaki").
     b. Membayarkan hutang Puasa Ramadhan : Sabda Nabi saw. :
Dari Ibnu Abbas : "Bahwa seorang laki-laki datang kepada Nabi saw. Lalu bertanya : "Ya Rasulullah, ibu saya meninggal, padahal ia masih mempunyai hutang puasa sebulan, apakah akan saya gantikan mengqadhanya? . Maka sabda Nabi saw. : "Seandainya ibumu mempunyai hutang, apakah akan kamu bayar hutangnya itu? Ujarnya "Benar" Maka sabda Nabi saw. "Maka hutang kepada Allah, lebih baik untuk dibayar" (3)
Menurut Nawawi : Pendapat ini adalah pendapat yang benar serta pilihan yang juga menjadi keyakinan kita." Dia juga berpendapat yang telah disahkan oleh teman-teman sejawat kita, peneliti hadits-hadits sah dan nyata ini, yang terdiri dari ahli-ahli fiqih maupun ahli-ahli hadits.
     c. Membayarkan Hutang Puasa Nadzar.  Sabda Nabi saw :
Dari Ibnu Abbas r.a. "Sesungguhnya ada seseorang perempuan telah bertanya kepada Rasulullah saw. Ya, Rasulullah, sesungguhnya ibuku telah meninggal dunia dan ia meninggalkan kewajiban puasa nadzar yang belum sempat ia tunaikan, apakah aku boleh berpuasa untuk menggantikannya? Rasulullah saw. menajawab : "apakah pendapatmu, seandainya ibumu mempunyai hutang, dan kamu membayarnya? dan apakah hutangnya terbayar? Perempuan tadi menjawab "Ya" dan Nabi saw bersabda "berpuasalah untuk ibumu" (4) 
Jadi jelas bahwa disyariatkan membayarkan hutang puasa orang yang meninggal dunia, terlebih kalau itu adalah orang tua sendiri. Hal ini berlaku bagi mereka yang meninggal dalam kondisi memiliki hutang puasa, sementara ia memiliki kesempatan untuk membayarnya namun sebelum membayar sudah meninggal.  Namun bagi orang yang memiliki hutang puasa karena sakit, menyusui atau hamil. Lalu sebelum sembuh dari sakit atau selama masa menyusui dan hamil ia meninggal dunia tanpa memiliki kesempatan untuk membayar hutang puasanya, maka ia tidak memiliki kewajiban untuk menggantinya. Adapun jika ia sembuh dan memiliki kesempatan untuk membayar hutangnya tapi tidak dibayar sampai meninggal, ketika itulah keluarganya membayarkan hutang puasanya.

2. Besaran Fidyah dan Yang Lebih Utama Menggantikan Puasa. 
Abu Syuja rahimahullah berkata : "Barangsiapa memiliki hutang puasa ketika meninggal dunia, hendaklah dilunasi dengan cara memberi makan (kepada orang miskin), satu hari tidak puasa dibayar dengan satu mud".
Satu mud yang disebutkan di atas adalah 1/4 sho' dimana satu sho'dalah ukuran yang kita setorkan saat bayar zakat fitrah.  Yang lebih utama dari fidyah (memberi makan kepada orang miskin) adalah dengan membayar hutang puasa dengan berpuasa yan g dilakukan oleh kerabat dekat atau orang yang diizinkan atau ahli waris si mayit. Dalil y6ang mendukung hal ini hadits dari Aisyah r.anha bahwa Rasulullah saw. bersabda :
"Barangsiapa yang meninggal dunia lantas masih memiliki hutang puasa, maka keluarga dekatnya (walau bukan ahli waris) yang mempuasakan dirinya" (HR Bukhari no.1952 dan Muslim no. 1147)
Dalil bolehnya melunasi hutang puasa yang telah meninggal dunia dengan menunaikan fidyah (memberi makan kepada orang miskin) adalah beberapa riwayat berikut :
Dari Ibnu Abbas, ia berkata : "Jika seseorang sakit di bulan Ramadhan, lalu ia meninggal dunia dan belum lunasi hutang puasanya, maka puasanya dilunasi dengan memberi makan kepada orang miskin dan ia tidak berkewajiban qadha. Adapun jika ia memiliki hutang nadzar, maka hendaklah kerabatnya melunasinya". (HR. Abu Daud no. 2401 shahih kata syeikh Al Banni.)
Dari Ibnu Umar, dari Nabi saw. beliau bersabda : "Barangsipa yang meninggal dun ia lantas ia masih memiliki hutang puasa sebulan, maka hendaklah memberi makan (menunaikan fidyah) atas nama dirin ya bagi setiap hari tidak puasa" (HR. Tarmidzi no 718)

Pendapat Imam Syafi'i 
Imam Syafi'i, dalam pendapat lamanya (qodim) mewajibkan bagi yang meninggal dunia sebelum utangnya puasanya dilunasi, maka dapat ditempuh dua cara :
  1. Membayar utang puasa dengan kerabatnya melakukan puasa.
  2. Menunaikan fidyah dengan memberi makan kepada orang miskin  
Adapun bentuk pemberian fidyah, bisa dengan makanan siap saji dengan memberi satu bungkus makanan bagi satu hari tidak puasa, bisa pula dengan ketentuan satu mud yang disebutkan oleh Abu Syuja di atas.  
Namun ukuran mud ini bukanlah ukuran standart dalam menunaikan fidyah. Syeikh Musthofa Al Bugho berkata : "Ukuran mud dalam fidyah di sini sebaiknya dirujuk pada ukuran zaman ini, yaitu ukuran pertengahan yang biasa di tengah-tengah kita menyantapnya, yaitu biasa yang dimakan kita bukanlah lagi gandum, kurma, anggur atau sejenisnya, yaitu biasa yang dimakan seseorang dalam sehari berupa makanan, minuman, atau sejenisnya. Fakir miskin saat ini bisa menyantap khubz (roti) atau nasi dan kadang mereka tidak menggunakan lauk daging atau ikan. Sehingga tidaklah tepat jika kita mesti menggunakan ukuran yang ditetapkan oleh ahli fiqih (fuqoha) di masa silam.
Karena apa yang mereka tetapkan adalah makanan yang umum di tengah-tengah mereka. (At-Tadzhib hal. 115) wallahu a'lam.
(1) Menurut golongan Hanafi fidyahnya ialah sebanyak setengah sukat gandum/beras.  
(2) HR. Ahmad, Bukhari dan Muslim no.1935
(3) HR. Ahmad dan Ashabus Sunan
(4) Hadits shohih, riwayat Muslim
  
 Pembaca budiman klik yang ini : Al QURAN untuk materi baru.

0 Response to "HUKUM ORANG MENINGGAL YANG MASIH ADA HUTANG PUASA"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel