FIQH "ATURAN JUAL BELI"

Allah SWT. telah menjadikan manusia masing-masing berhajat/berkepentingan kepada yang lain, supaya mereka bertolong-menolong, tukar-menukar keperluan dalam segala urusan kepentingan hidup masingimasing, baik dengan jalan jual-beli sewa menyewa bercocok tanam dengan menjalankan perusahaan dan lain-lain, baik dalam urusan sendiri maupun untuk kemaslahatan umum. Dengan cara demikian kehidupan masyarakat jadi teratur dan tertib, serta pertalian yang satu dengan yang lain menjadi teguh. Akan tetapi oleh karena sifat loba dan tamak tetap ada pada manusia , suka mementingkan diri sendiri,agar supaya hak masing-masing jangan sampai tersia-sia dan juga menjaga kemaslahatan umum, agar pertukaran dapat berjalan dengan lancar dan teratur, maka agama memberi peraturan yang sebaik-baiknya, karena dengan teraturnya mu'amalah penghidupan manusia jadi terjamin dengan sebaik-baiknya, sehingga perbantahan dan dendam tidak akan terjadi. 

Nasehat Lukmanul-Hakim kepada anaknya, "Hai anakku" berusahalah untuk menghilangkan kemiskinan dengan yang halal. Sesungguhnya orang yang berusaha dengan jalan yang halal itu, tidaklah dia akan mendapat kemiskinan, kecuali apabila ia telah dihinggapi oleh tiga  (3) macam penyakit, ; 1. tipis kepercayaan agamanya, 2. lemah akalnya dan 3. hilang kesopanannya.   

Jadi yang dimaksud dengan mu'amalah  tukar menukar barang atau sesuatu yang memberi manfaat dengan cara yang ditentukan ; mislnya jual-beli, sewa-menyewa upah-mengupah, pinjam-meminjam, urusan bercocok tanam, berserikat dan lain-lain usaha.

ATURAN JUAL-BELI 
Jual-beli yaitu menukar sesuatu barang dengan barang , yang lain dengan cara yang tertentu ('aqad).

Firman Allah Swt. :      وَأَحَلَّ اللَّـهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبَوٰا۟
"Dan Allah telah menghalalkan jual-beli dan mengharamkan riba"  (Qs. Al Baqarah :275)
Firman Allah Swt.      لَا تَأْكُلُوٓا۟ أَمْوٰلَكُم بَيْنَكُم بِالْبٰطِلِ إِلَّآ أَن تَكُونَ تِجٰرَةً عَن تَرَاضٍ مِّنكُمْ ۚ 
"Janganlah kamu makan harta yang ada diantara kamu dengan jalan batil melainkan dengan jalan jual-beli suka-sma suka" (Qs. An-Nisa : 29)  

Beberapa rukun Jual-Beli    

1.  Ada Penjual dan pembeli
 Syarat Keduanya  :
a. Berakal agar dia tidak terkicuh, orang yang gila atau bodoh, dan mabuk tidak sah jual belinya.
b. Dengan kehendaknya sendiri (bukan dipaksa) keterangan ayat di atas mengatakan (suka sama suka)
c. Keadaannya tidak mubazir (pemboros) karena harta orang yang mubazir itu di tangan walinya.

Firman Allah Swt :    وَلَا تُؤْتُوا۟ السُّفَهَآءَ أَمْوٰلَكُمُ الَّتِى جَعَلَ اللَّـهُ لَكُمْ قِيٰمًا وَارْزُقُوهُمْ فِيهَا
"Dan janganlah kamu serahkan harta orang-orang yang bodoh itu kepadanya, yang mana Allah menjadikan kamu pemeliharaanya, berilah mereka belanja dan hartanya itu (yang ada di tangan kamu" (QS. An-Nisa  : 5)

d. Baligh (sampai berumur 15 tahun) Anak kecil tidak sah jual-belinya., adapun yang sudah mengerti tetepi belum sampi umur dewasa, menurut pendapat setengah ulama bahwa mereka dibolehkan berjual beli barang yang kecil-kecil, karena kalau tidak dibolehkan tentu menjadi kesulitan dan kesukaran sedangagama Islam sekali-kali tidak akan mengadakan aturan yang mendatangkan kesulitan kepada pemeluknya.

2. Uang dan Benda yang dibeli.  


Syarat keduanya :
a. Suci, kalau najis tidak sah dijual dan tidak boleh dijadikan uang untuk dibelikan, seperti kulit binatang yang belum disamak.

Sabda Rasulullah s.a.w. :
Dari Jabir berkata Rasulullah ,; "sesungguhnya Allah telah mengharamkan menjual arak dan bankai begitu juga babi dan berhala" Pendengar bertanya : Bagaimana gemuk bangkai ya Rasulullah? sebab gemuk itu berguna untuk cat perahu dan buat minyak kulit dan minyak lampu: Jawab beliau : Tidak boleh semua tiu haram, celakalah orang Yahudi tatkala mengharamkan Allah akan gemuk bangkai mereka hancurkan gemuk itu samapi menjadi minyak, kemudian mereka jual minyaknya. Lalu mereka makan uangnya". (HR Bukhori dan Muslim)
b. Yang di jual itu ada manfaatnya tidak boleh menjual sesuatu yang tidak ada manfaatnya mengambil tukarannya terlarang juga, karena masuk dalam arti menyia-nyiakan harta yang terlarang dalam kitab suci :
Fir man Allah Swt.     إِنَّ الْمُبَذِّرِينَ كَانُوٓا۟ إِخْوٰنَ الشَّيٰطِينِ 
"Sesungguhnya orang-orang yang menyia-nyiakan harta (pemboros) itu seperti keadaan syaitan.  ( Al-Isra' : 27) 
                
c.  Keadaan barang itu diterimakan atau diserahkan, tidak sah menjual sesuatu, barang yang tidak dapat diserahkan kepada yang membeli, seperti ikan dalam laut, barang rampasan yang masih di tangan yang merampasnya. barang yang sedang dirungguhkan (borg) seab semuanya itu mengandung tipu daya (kericuhan). 
Sabda Rasulullah saw.
Dari Abu Hurairah, kata beliau : "Telah melarang Nabi saw. akan memperjual-belikan barang yang mengandung tipu daya." (HR Muslim dan lainnya)

d. Keadaan barang kepunyaan yang menjual atau kepunyaannya yang diwakilinya atau yang menguasakan.
Sabda Rasulullah saw.
"Tidak sah jual beli melainkan pada barang yang dimiliki"  (HR  Abu Daud dan Tarnidzi) 

e. barang itu diketahui oleh si penjual dan pembeli dengan terang zat, bentuk, kadar (ukuran) dan sifat-sifatnya. sehingga tidak akan terjadi antara keduanya menjdi ricuh/beselisih. Keterangan hadits daripada Abu Hurairah yang diatas yang wajib dikeathui zatnya kalu barang itu tertentu, kadarnya, umpamanya sukatannya atau timbangannya . Kalau barang itu bercampur dengan yang lain, umpamanya segntang beras, atau sekilo gula, cukup melihat sebahagian barang asal yang lainnya sama dengan  contoh yang dilihat itu pun cukup melihat kulitnya kalau sekiranya dipecah kulit itu bakal rusak,  yang dimaksud seperti tempurung umpamanya. Begitu juga sesuatu yanng maklum menurut adat kebiasaan, seperti bawang boleh jadi ada lebih kurangnya serta bakal merugikan salah satu pembeli atau penjual tetapi hanya sedikit, keadaan yang sedikit itu dimaa'fkan karena kemaslahatan untuk memudahkan langsungnya pekerjaan. Kata Ibnu Qaiyim :  Sungguh orang yang ahli dapt mengetahui barang yang didalam tanah dengan melalui yang di atasnya, maka jika tidak boleh dijual barang di dalam tanah, sudah tentu akan melambatkan pekerjaan yang tidak semestinya.   

3. Lafaz (kaliamat ijab qabul)
Ijab perkataan penjual , umpamanya : saya jual barang ini sekian.
Qobul seperti kata si pembeli saya terima  (saya beli) den gan harga sekian .  Keteranga ayat yang telah lalu yang mengatakan (jual beli itu suka sama suka).

Dan  Sabda Rasullah saw. sebagai berikut :
" Sesungguhnya jual beli itu hanya sah jika suka sama suka" (HR. Ibnu Hibban)
Sedang suka sama suka itu tidak dapat jelas diketahui kecaulai dengan perkataan yang menunjukkan akan suka seorang dengan sorang, karena suka itu dalam hati masing-masing. Ini pendapat kebanyakan  para ulama. Tetapi Nawawi Mutalafaz itu tidak menjadi rukun, hanya menurut adat kebiasaan saja apablia adat telah berlaku yang seperti itu sudah di pandang jual-beli, itu sja sudah cukup, karena tidak ada suatu dalil yang jelas untuk mewajibkan lafaz.
Menurut ulama yang mewajibkan lafaz diwajibkan keadaan lafaz itu memenuhi beberapa syarat :
1. Keadaan ijab dan qobul berhubung; Artinya saalh satu keduanya pan tas menjadi jawab dari yang lain karena belum berselang lama.
2. Hendaklah mufakat (sama) ma'na keduanya walaupun lafaz kedauanya berlainan.
3. Keadaan keduanya tidak disangkutkan dengan urusan yang lain seperti katanya "kalu saya jadi pergi, saya jual barang ini sekian"
4 Tidak berwaktu, sebab jual -beli berwaktu seperti sebulan atau setahun tidak sah. 
Adapun kurang rukun atau syaratnya jual-beli tidak dianggap sah. Dibawah ini akan kita tulis beberaoa contoh jual-beli yang tidak sah karena kurang rukun atau syaratnya. 

A. Biasa berlaku di negeri kita ini mengawinkan antara hewan betina dengan yang jantan, mengawinkan itu dengan harga yang tertentu untuk sekali kawin, jadi berarti menjual air mani jantan ini tidak sah menurut cara jual-beli, karena tidak maklum kadarnya. dan tidak dapat diserahkan.
Sabda Rasulullah saw :
Dari Jabir : "Sesungguhnya Nabi saw. telah melarang menjual air mani jantan" (HR. Muslim dan Nasi)      
Sabda Rasulullah saw.
Dari Abu Kabsyah telah berkata Nabi saw. "Barang siapa mencampurkan hewan jantan dengan betina kemudian bercampuran itu mendapat anak, adalah baginya ganjaran sebanyak tujuh puluh hewan" (HR. Ibnu Huban) 

B. Misal yang kedua menjual sesuatu barang yang baru dibeli sebelum diterimanya, ini juga terlarang karena miliknya belum sempurna, tandanya sesuatu yang baru dibeli dan belum diterimanya barang itu masih dalam tanggungan si penjual kalau barang itu hilang si penjual harus menggantinya.

Sabda Rasulullah saw.
"Janganlah engkau jual sesuatu yang engakau beli sebelum engkau terima." (HR. Ahmad dan Baiqi)

C. Misal ketiga menjual buah-buahan sebelum nyata pantas dimakan (dipetik) sebab dilarang karena buah-buahan yang masih kecil sering rusak atau busuk sebelum sampai matang. Hal ini mungkin merugikan kepada si pembeli, dan si penjual pun mengambil harganya dengan tidak ada ukurannya. 
Sabda Rasulullah saw. :
"Dari Ibnu Umar : Telah melarang Nabi saw.  bersabda : 'menjual buah-buahan sehingga nyata patutnya (pantas diambil/dipetik) ( Sepakat ahli Hadits.)

Demikian pejelasan secara lengkap tentang cara Jual-Beli menurut Islam didasarkan kepada Firman Allah Swt. dan Hadts Nabi saw.  Semoga bermanfaat.

0 Response to "FIQH "ATURAN JUAL BELI""

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel