Bacaan Al-Qur'an Telah Mengantarkan Sang Jenderal Ke-Pintu Hidayah

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَٰنِ الرَّحِيمِ 
Assalamu'alaikum wr.wb. Kajian Islam (katagori posting Kisah).
Pembaca budiman, semoga Allah swt, selalu mencurahkan Rahmatnya serta bimbingan kepada kita sekalian. Aamiin...   

Rasiyambumen / Pelangi Khazanah Islam memposting sebuah kisah dengan judul :
Bacaan Al-Qur'an Telah Mengantarkan Sang Jendral Ke-Pintu Hidayah.

Kisah ini menceritakan kepedihan, kekejaman terhadap umat Islam di Spanyol.
Suatu sore menjelang Maghrib, di tahun 1525 M. Penjara tempat orang-orang di situ terasa hening dan mencekam. Jenderal Addolf Roberto, pemimpin penjara yang terkenal bengis, tengah memeriksa setiap kamar tahanan. Setiap sipir penjara membungkukan badannya rendah-rendah ketika "algojo penjara"  itu berlalu di hadapan merreka. Karena kalau tidak, sepatu jenggel milik tuan Roberto yang fanatik itu akan mendarat di wajah mereka. Roberto marah besar ketika dari sebuah kamar tahanan terdengar seorang mengumandangkan suara-suara Ayat Suci Al-Qur'an yang amat ia benci.
"Hai... hentikan suara jelekmu! Hentikan...!!!" Teriak Roberto sekeras-kerasnya sembari membelalakkan mata. Namun apa yang terjadi ?. Laki-laki di kamar tahanana tadi tetap saja bersenandung dengan khusu'nya. Roberto bertambah berang. Algojo penjara itu menghampiri kamar tahanan yang luasnya tak lebih sekadar cukup untuk satu orang.

Algojo Yang Kejam Terhadap Tahanan Muslim.
Dengan congkak ia menyemburkan ludahnya ke wajah renta sang tahanan yang keriput hanya tinggal tulang. Tak puas sampai disitu, lalu menyulut wajah dan seluruh badan orang tua renta itu dengan rokoknya yang menyala. Sungguh ajaib... Tak terdengar secuil pun keluh kesakitan. Bibir yang pucat kering milik sang tahanan amat gengsi untuk meneriakkan kata kepatuhan kepada sang Algojo, bibir keringnya hanya berkata lirih "Rabbi wa-ana 'abduka..."    
Tahanan lain yang menyaksikan kebiadaban itu serentak bertakbir sambil berkata,
"Bersabarlah wahai ustadz... Insya Allah tempatmu di surga".
Melihat orang tua yang dipanggil ustadz oleh sesama tahanan, algojo penjara itu bertambah memuncak amarahnya.
Ia perintahkan pegawai penjara untuk membuka sel, dan ditariknya tubuh orang tua itu keras-keras hingga terjerembab di lantai.
"Hai orang tua busuk!! Bukankah engkau tahu, aku tidak suka bahasa jelekmu itu? Aku tidak suka apa-apa yang berhubungan dengan agamamu !!!
Sang Ustadz lalu berucap, "sungguh... aku sangat merindukan kematian, agar aku segera dapat menjumpai kekasihku yang amat kucintai, Allah subhanahu wa ta'ala. Karena kini aku berada di puncak kebahagiaan karena akan segera menemuiNya, patutkah aku berlutut kepadamu, hai manusia busuk?. "Jika aku turuti kemauanmu, tentu aku termasuk manusia yang amat bodoh."
Baru saja kata-kata itu terhenti, sepatu laras Roberto sudah mendarat di wajahnya. Laki-laki itu terhuyung. Kemudaian jatuh terkapar di lantai penjara dengan wajah bersimbah darah.

Hidayah Dari Buku Kecil   
Ketika itulah dari saku baju penjaranya yang telah lusuh, meluncur sebuah "buku kecil". Adolf Roberto bermaksud memungutnya. Namun tangan sang ustadz telah terlebih dahulu mengambilnya dan menggenggamnya erat-erat.
"Berikan bku itu, hai laki-laki dungu" bentak Roberto. "Haram bagi tanganmu yang kafir dan berlumuran dosa untuk menyentuh barang suci ini" ucap sang ustadz dengan tatapan menghina pada Roberto. Tak ada jalan lain, akhirnya Roberto mengambil jalan paksa untuk mendapatkan buku itu. Sepatu laras berbobot dua kilogram itu ia gunakan untuk menginjak jari-jari tangan sang ustadz yang telah lemah. Suara gemeretak tulang yang patah terdengar menggetarkan hati. Namun tidak demikian bagi Roberto. Laki-laki bengis itu malah merasa bangga mendengar gemeretak tulang yang terputus. Bahkan algojo penjara itu merasa puas ketika melihat tetesan darah mengalir dari jari-jari musuhnya yang telah hancur.
Setelah tangan renta itu tak berdaya, Roberto memungut buku kecil yang membuatnya penasaran.
Perlahan Roberto membuka sampul buku yang telah lusuh. Mendadak algojo itu termenung. "Ah sepertinya aku pernah mengenal buku ini. Tapi kapan? ya, aku pernah mengenal buku ini." Suara hati Roberto bertanya-tanya. Perlahan Roberto membuka lembaran pertama itu. 
Pemuda berumur tiga puluh tahun itu bertambah terkejut tatkala melihat tulisan-tulisan "aneh" dalam buku itu. Rasanya ia pernah mengenal tulisan seperti itu dahulu. Namun sekarang tak pernah dilihatnya di bumi Spanyol. Akhirnya Roberto duduk disamping ustadz yang telah melepas rapat nafas-nafas terakhirnya. Wajah bengis sang algojo kini diliputi tanda tanya yang dalam. Mata Roberto rapat terpejam. Ia berusaha keras mengingat peristiwa yang dialaminya sewaktu masih kanak-kanak. Perlahan, sketsa masa lalu itu tergambar kembali dalam ingatan Roberto.

Pembantaian Umat Muslim Andalusia.
Pemuda itu teringat ketia suatu sore di masa kanak-kanaknya terjadi kericuhan besar di negeri tempat kelahirannya ini. Sore itu ia melihat peristiwa yang mengerikan di lapangan Inkuisisi (lapangan tempat pembantaian kaum muslimin di Andalusia). Di tempat itu tengah berlangsung pesta darah dan nyawa. Beribu-ribu jiwa tak berdosa berjatuhan di bumi Andalusia. Di hujung kiri lapangan, beberapa puluh wanita berhijab (berjilbab) digantung pada tiang-tiang besi yang terpancang tinggi.
Tbuh mereka bergelantungan tertiup angin sore yang kencang, membuat pakaian muslimah yang dikenakan berkibar-kibar di udara. Sementara di tengan lapangan ratusan pemuda Islam di bakar hidup-hidup pada tiang-tiang salib, hanya karena tidak mau memasuki agama yang dibawa oleh para rahib. Seorang bocah laki-laki mungil tampan, berumur tujuh tahunan, malam itu masih berdiri tegak di lapangan Inkuisisi yang telah senyap. Korban-korban kebiadaban itu telah syahid semua, insyaallah.
Bocah mungil itu mengucurkan air matanya menatap sang ibu yang terkulai lemah di tiang gantungan. Perlahan-lahan bocah itu mendekat sang ibu yang sudah tak bernyawa, sembari menggayuti abahnya. Sang bocah berkata dengan suara parau, "Ummi...ummi mari kita pulang, hari telah malam. Bukankah ummi telah berjanji malam ini akan mengajariku lagi tentang alif, ba, ta, tsa....? Ummi cepat pulang kerumah ummi....." Bocah kecil itu akhirnya menangis keras, ketika sang ummi tak menjawab ucapannya. Ia semakin bingung dan takut, tak tahu harus berbuat apa. Untuk pulang kerumahpun tak tahu arah. Akhirnya bocah itu berteriak memanggil babaknya, Abi...abi... abi... namun ia segera terhenti berteriak memanggil sang bapak ketika teringat kemarin sore babaknya diseret dari rumah oleh beberapa orang berseragam. 
"Hai siapa kamu?" teriak segerombolan orang yang tiba-tiba mendekati sang bocah. "saya Ahmad Izzah, sedang menunggu ummi.... jawab sang bocah memohon belas kasih. "Hah siapa nanamu bocah, coba ulangi bentak salah seorang dari mereka.   "Saya Ahmad Izzah .... sang bocah kembali menjawab dengan agak takut. Tiba-tiba "plak" sebuah tamparan mendarat di pipi sang bocah. "Hai bocah.... Wajahmu bagus tapi namamu jelek. Aku benci dengan namamu.
Sekarang kuganti namamu dengan nama yang bagus. Namamu sekarang "Adolf Roberto" Awas jangan kau sebut laji namamu yang jelek itu. Kalau kau sebut lagi nama lamamu itu, nanti akan kubunuh "ancan laki-laki itu. Sang bocah menagis ketakutan, sembari tetap meneteskan air mata. Anak laki-laki mungil itu hanya menurut ketika gerombolan itu membawanya keluar lapangan. Dan akhirnya bocah tampan itu hidup bersama mereka.

Akhir Yang Tak Disangka Sebelumnya. 
Roberto sadar dari renungan yang panjang. Pemuda itu melompat ke arah sang tahanan. Secepat kilat dirobeknya baju penjara yang melekat pada tubuh sang ustadz. Ia mencari-cari sesuatu di pusar laki-laki itu. Ketika ia menemukan sebuah "tanda hitam" ia berteriak histeris, Abi...abi....abi... Iapun menagis sekeras-kerasnya tak ubahnya seperti Ahmad Izzah dulu. Pikirannya terus bergelut dengan masa lalunya. Ia masih ingat betul, bahwa buku kecil yang ada di dalam genggamannya adalah kita suci milik babaknya, yang dulu sering dibawa dan dibaca ayahnya ketika hendak menidurkannya.  Ia juga ingat betul ayahnya mempunyai "tanda hitam" pada bahagian pusar.
Pemuda bengis itu terus meraung dan memeluk erat tubuh renta nan lemah. Tampak sekali ada penyesalan yang amat dalam atas ulahnya selama ini. Lidahnya yang sudah berpuluh tahun alpa akan Islam, saat itu dengan spontan menyebut "Abi... aku masih ingat alif, ba, ta, tsa...."  Hanya sebatas kata itu yang masih terekan dibenaknya.   Sang Ustadz segera membuka mata ketika merasakan ada tetesan hangat yang membasahi wajahnya. Dengan tatapan samar dia masih dapat melihat seseorang yang tadi menyiksanya habis-habisan kini tengah memeluknya. "Tunjukan aku pada jalan yang telah engakau tempuh Abi, tunjukan aku pada jalan itu..."   Terdengan suara Roberto memelas, sang Ustadz tengah mengatur nafas untuk berkata-kata, ia lalu memejamkan matanya.
Air matapun turut berlinag.
Betapa tidak jika sekian tahun kemudian ternyata ia masih sempat berjumpa dengan buah hatinya, ditempat ini. Sungguh tak masuk akal. Ini semata-mata bukti kebesaran Allah.

Pesan Sang Ayah Menjelang Ajal.
Sang Abi dengan susah payah masih bisa berucap. "Anakku, peergilah engkau ke Mesir. Di sana banyak saudaramu. Katakan saja bahwa engkau kenal dengan Syaikh Abdullah Fattah Ismail Al-Andalusy. Belajarlah engkau dinegeri itu"  
Setelah selesai berpesan sang ustadz menghembuskan nafas terakir dengan berbekal kaliam indah Asyhadu an-laa Ilaaha Illalloh, wa asyhadu anna Muhammadan Rasulullah...
Beliau pergi menemui RabbNya dengan tersenyum, setelah sekian lama berjuang di bumi yang fana ini.

Singkat Kisah :
Kemudian...
Ahmad Izzah telah menjadi seorang alim di negeri Mesir. Seluruh hidupnya dibaktikan untuk agama Islam, sebagai ganti kekafiran yang di masa muda sempat disandangnya. Banyak pemuda Islam dari berbagai penjuru dunia berguru dengannya. Al-Ustadz Ahmad Izzah Al-Andalusy.  
Maka benarlah Firman Allah berikut ini : 

فَأَقِمْ وَجْهَكَ لِلدِّينِ حَنِيفًا ۚ فِطْرَتَ اللَّـهِ الَّتِى فَطَرَ النَّاسَ عَلَيْهَا ۚ لَا تَبْدِيلَ لِخَلْقِ اللَّـهِ ۚ ذٰلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ وَلٰكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لَا يَعْلَمُونَ  
"Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Allah, tetaplah atas fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrahnya itu. Tidak ada perubahan atas fitrah Allah. Itulah agama yang lurus, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui." (QS Ar-Rum : 30)

Demikian Kisah bacaan al-qur'an yang telah mengantarkan sang Jenderal ke-pintu Hidayah.
Semoga bermanfaat dan menjadikan ibbroh untuk kita pelajari dari kisah tersebut diatas.
Pembaca budiman klik link ini Shalat untuk bacaan materi lain.

Sumber : 
Editan dari Group WA tanpa menyebutkan sumbernya  
 

0 Response to "Bacaan Al-Qur'an Telah Mengantarkan Sang Jenderal Ke-Pintu Hidayah"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel