Tata Cara Menghadap Kiblat Ketika Shalat, Dalam Berbagai Kondisi.


Rasiyambumen.com Kajian Khazanah Islam (katagori posting Shalat)

Pembaca budiman, Rahmat serta Bimbingan-Nya semoga selalu tercurah  dan mengiringi kita dalam segala aktivitas di dunia ini, untuk meraih kebahagiaan dan mengharap Ridhonya di Akhirat kelak. Aamiin...

Tata cara menghadap kiblat ketika shalat, hal ini masih banyak perbedaan pendapat antara umat Islam khususnya bangsa Indonesia.  Letak geografis negara Indonesia yang berada di sebelah timur Arab, dimana Ka'bah berada, yang dijadikan arah kiblat umat Islam dalam shalat, maka umat Islam Indonesia ketika shalat, sebagaian besar hanya cukup menghadapkan arah ke Arah Barat. Hal ini karena masih mengikuti fatma MUI no. 03 Tahun 2010 tentang Kiblat Shalat. Sekarang telah direvisi menjadi ke arah "Barat Laut".
\\\"Untuk Indonesia secara umum kiblat shalat menghadap ke arah Barat Laut, bukan ke arah Barat, ini sekaligus merevisi fatwa kita yang tempo hari \\\"Ujar Ketua MUI bidang Fatwa Bp. Ma'ruf Amin saat bincang dengan detikcom Rabu, (14/7/2010). Inilah fatwa yang sudah direvisi oleh MUI.

Sekarang kita akan melihat bagaimana menurut Hukum Fiqih yang ditulis oleh H. Sulaiman Rasyid, Cetakan Ketujuhbelas, Penerbit Attahiriyah, Jakarta. Marilah kita ikuti dengan seksama keterangan lengkap di bawah ini :

KIBLAT SHALAT "KA'BAH ATAU JIHATNYA"
Tidak ada perbedaan paham antara kaum muslimin,bahwa menghadp kiblat itu wajib untuk menjadi sah shalatnya, hanya perbedaan paham, tentang apakah yang wajib dihadapan itu, Ka'bah betul ('Ain Ka'bah) ataukah cukup cukup menghadap jihat (jurusan) Ka'bah? Dalam hal ini pendapat mereka ada dua macam :
  1. Menurut paham madzhab Syafi'i dan orang-orang yang sepaham dengan mereka berpendapat, bagi orang yang melihat Ka'bah, wajib hukumnya menghadap Ka'bah itu, dengan sesungguhnya ('Ain Ka'bah), tetapi orang yang jauh dari Ka'bah wajib atasnya menyegaja menghadap 'Ain Ka'bah, walupun pada hakekatnya ia hanya menghadap jihat (jurusan Ka'bah). 
  2. Golongan kedua Madzhab Hanafi dan orang-orang yang sependapat dengan mereka, mengemukakan bagi orang yang melihat Ka'bah dan mungkin menghadap 'Ain Ka'bah, wajib menghadap Ka'bah itu dengan sesungguhnya. Tetepi bagi orang yang jauh cukuplah menghadap jihat (jurusan Ka'bah itu saja.  Masing-masing golongan (madzhab) tersebut mengambil alasan dari Al-Qur'an tersebut di bawah : 
"Sungguh Kami (sering) melihat mukamu menengadah ke langit. Maka sungguh Kami akan memalingkan kamu ke kiblat yang kamu sukai. Palingkanlah mukamu ke arah Masjidil Haram. Dan dimana saja kamu berada, palingkanlah mukamu ke arahnya. Dan sesungguhnya orang-orang (Yahudi dan Nasrani) yang diberi Al-Kitab (Taurat dan Injil) memang mngetahui, bahwa berpaling ke Masjidil Haram itu adalah benar dari Tuhannya, dan Allah sekali-kali tidak lengah dari apa yang mereka kerjakan" (QS, Al-Baqarah : 144)

PENJELASAN : 
Cara menghadap Kiblat sebagai berikut di bawah 
  • Orang yang berada di Makkah dan mungkin baginya menghadap Ka'bah, wajib atasnya menghadap Ka'bah dengan sungguh-sungguh (sesungguhnya).
  • Orang yang berada di lingkungan Masjid Nabi saw. di Madinah, wajib atasnya mengikuti mihrab masjid itu, sebb mihrab masjid itu ditentukan oleh wahyu, dengan sendirinya tepat menghadap Ka'bah.
  • Orang yang jauh dari Ka'bah sah baginya menghadap jihat Ka'bah (jurusan Ka'bah saja).
Alasannya sebagai berikut :
a. Menurut arti yang terkandung dalam ayat tersebut di atas (Al-Baqarah ayat 144).

b. Menurut Hadits Ibnu "Umar :
Artinya : "Dari Ibnu Umar katanya, ketika orang banyak shalat Subuh di Masjid Quba' tiba-tiba datang seseorang kepada mereka, kata orang itu sesungguhny telah diturunkan kepada Nabi saw. pada malam ini Qur'an dan beliau disuruh menghadap kiblat, maka hendaklah kamu menghadap kepadanya, ketika itu mereka menghadap ke Syam (kiblat lama), lantas mereka berputar menghadap ke Ka'bah. (Riwayat Sepakat Ahli hadits). Perbuatan tersebut tidak dibantah oleh Rasulullah saw. Dari hadits ini dapat dipahami bahwa mereka berputar dalam shalat dengan tidak mengadakan penyelidikan terlebih dahulu berarti bolehnya menghadap jihat Ka'bah (jururan Ka'bah). Karena menghadap Ka'bah yang sesungguhnya tentunya tidak akan bisa, apabila tidak dengan perhitungan secara ilmu ukur. 

c. Karena menghadap jihat itulah yang mungkin baginya dan dengan menungkinan itulah terletak hukum wajib atas seorang Mukallaf. 

d. Mereka mengakui sah shalat orang-orang yang tersebut di bawah ini :
  1. Shalat orang yang saf (barisannya) panjang berlipat ganda dari lintang Ka'bah.
  2. Shalat orang di atas bukit menghadap bawah lapangan atas Ka'bah atau
  3. Shalat orang di atas tanah yang rendah menghadap ke bawah dari Ka'bah, semua shalat tersebut mereka akui sahnya. 
Apabila dalam keadaan takut, perjalanan di atas kendaraan, dan dalam keadaan malam gelap gulita, inilah yang dapat kita ambil dalilnya untuk menentukan bagaimana kita menghadap shalat tersebut :
a. Ketika sangat takut, sehingga tak dapat tetap menghadap kiblat umpama dalam peperangan. Akan diterangkan penjelasan keterangan shalat prajurit sewaktu dalam peperangan atau takut daripada binatang buas, takut pada api, takut kebanjiran dan lain-lain.
Allah berfirman : "Jika kamu takut, maka bolehlah kamu shalat berjalan kaki, atau berkendaraan" (QS, Al Baqarah : 239).  "Menurut tafsir Ibnu Umar, yang dimaksud dengan berjalan kaki atau berkendaraan" dalam ayat menghadap ke kiblat, atau tidak mmenghadap ke kiblat. (Bukhari Muslim).

b. Orang yang dalam perjalanan di atas kendaraan, apabila shalat sunnah di atas kendaraannya itu boleh menghadap ke arah tujuan perjalanannya walau tidak menghadap kiblat sekalipun, hanya diwajibkan menghadap kiblat sewaktu tabiratul ihram saja. 

Sabda Rasulullah saw. :
"Dari Jabir : Rasulullah saw. shalat di atas kendaraan menuruti arah kendaraannya, maka apabila beliau hendak shalat fardhu, beliau turun dari kendaraan, lantas beliau menghadap kiblat" (HR. Bukhari)
Dalam riwayat yang lain Rasulullah saw. bersabda : Artinya : "Adalah Rasulullah saw. apabila hendak shalat sunnah di atas kendaraan, beliau menghadap ke kiblat terus takbir ihram kemudian beliau shalat menghadap ke tujuan kendaraan beliau" (HR. Abu Daud)   

"Dari Amir bin Rabi'ah : Adalah kami bersama-sama Rasulullah saw. pada malam gelap-gulita kami tidak mengetahui dimana kiblat. Kami shalat menurut pendapat masing-masing . Setelah waktu subuh kami beritahukan hal yang demikian kepada Nabi saw. maka ketika itu turunlah ayat ("Kemana saja kamu menghadap maka disitulah arah yang disukai Allah") (Riwayat Ahmad dan Tirmidzi).

Sabda Nabi saw. yang lain : Artinya : "Dari Mu'az; : "Kami telah shalat bersama Rasulullah saw. dalam satu perjalanan, ketika hari gelap karena mendung yang sangat kelam, dengan tidak menghadap kiblat, maka taktakala sudah selesai shalat dan sudah memberi salam, matahari kelihatan keluar dari balik mendnung itu, kami berkata kepada Rasulullah saw : "Kita shalat tidak menghadap ke kiblat" Lalu Jawab beliau : "Shalat kamu sudah dinaikkan ke hadirat Allah Adza Wajalla dengan hak-Nya" (HR. Thabrani). 

Dari keterangan-keterangan di atas baik ayat Al-Qur'an maupun Hadits-hadits Rasulullah saw, maka kita dapat mengambil hikmah bahwa ketika kita dalam keadaan tidak normal seperti yang telah diuraikan di atas maka kiblat manapun boleh, dan sah shalatnya serta diterima oleh Allah SWT, sesuai hadits yang diterangkan dari Mu'az yang diriwayatkan oleh Thabrani, bahwa shalat kamu sudah dinaikkan ke hadirat Allah Adza Wajalla dengan hak-Nya.  Walluhu 'alam. 

Demikian uraian Tata cara menghadap kiblat ketika shalat, dalam berbagai kondisi. Semoga bermanfaat dan menambah khazanah dalam pengamalan Agama ini. 


Sumber :
Dikutip dari : Fiqih Islam, Oleh H. Sulaiman Rasyid, Cetakan Ketujuhbelas, Penerbit Attahiriyah - Jakarta dan telah diselaraskan. Bab. Shalat : "Kiblat Ka'bah atau Jihatnya": hal. 79 - 82. 

0 Response to "Tata Cara Menghadap Kiblat Ketika Shalat, Dalam Berbagai Kondisi. "

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel