SEJARAH PEMELIHARAAN KEMURNIAN AL-QURAN

         Salah satu cara pembagian Al Qur'an itu ialah dibagi menjadi 30 Juz : 114 Surat dan 60 hizb
         Tiap-tiap satu surat ditulis namanya dan ayat-ayatnya. dan tiap-tiap ayat hizb ditulis sebelah pinggirnya yang menerangkan hizb pertama, kedua dan seterusnya. Dan  tiap-tiap 1 hizb dibagi 4 tanda 1/4 hizb ditulis dengan ; "arruba'u" tanda 1/2 hizh ditulis dengan "nisfu" tanda 3/4 hizb ditulis dengan "syalaasatun"
Pembagian cara inilah yang dipakai  oleh ahli-ahli qiraat Mesir dan atas dasar itu pulalalah percetakan Amiriyah milik pemerintah Mesir mencetak alquran semenjak tahun 1337 Hijrah sampai sekarang dibawah pengawasan para guru besar Al Azhar. Alquran  terdiri atas 114 surat dan dibagi menjadi 30 juz terdiri atas 554 "ruku". Surat yang panjang terdiri dari beberapa ruku sedang surat-surat yang pendek-pendek berisi satu ruku. Tiap-tiap satu ruku diberi tanda di sebelah pinggirnya dengan huruf  ع Al Qur'an yang beredar di Indonesia dibagi menurut pembagian tersebut di atas, seperti cetakan Cirebon Jepang dan lain-lain. Adapun pertengahan Al Qur'an terdapat pada surat (18) Al Kahfi ayat 19 lafaz وَلْيَتَلَطَّفْ  ( walyatalaththof).

II. SEJARAH PEMELIHARAAN KEMURNIAN AL QUR'AN
 a. Memelihara Al qur'an di masa Nabi saw.
     Pada permulaan Islam bangsa Arab adalah satu  bangsa yang buta huruf, amat sedikit diantara meraka yang pandai menulis dan membaca.
     Mereka belum  mengenal kertas sebagimana kertas yang dikenal sekarang.
     Perkataan " Al Waraq " (daun) yang lazim pula dipakaikan dengan aru "kertas" di masa itu, hanyalah dipakaikan kepada daun kayu saja.
     Adapun kata "alqhirtas" yang dari padanya terambil kata-kata Indonesia "kertas" dipakaikan oleh mereka hanyalah kepada benda-benda (bahan-bahan) yang mereka pergunakan untuk ditulis, yaitu kulit binatang batu yang tipis dan licin pelepah tamar (korma) tulang binatang dan lain-lain sebagainya.
      Setelah mereka nenaklukkan negeri Persia yaitu sesudah wafatnya Nabi Muhammad saw. barulah mereka mengetahui kertas. Orang Persia menamai kertas itu "kaqhid" maka dipakailah kata-kata kaqhid ini untuk kertas oleh bangsa Arab semenjak itu.
      Adapun sebelum masa Nabi ataupun di masa Nabi, kata-kata "al kaqhid" itu tidak ada bertemu dalam pemakaian bahasa Arab, maupun dalam hadits-hadits Nabi. Kemudian kata-kata "al qirthas" itupun dipakai pula oleh bangsa Arab kepa apa yang dinamakan "kaqhid" dalam bahasa Persia itu. 
      Kitab atau buku tentang apapun juga belum ada pada mereka. Kata-kata "Kitab" dimasa itu hanyalah berarti : sepotong kulit, batu, atau tulang dan sebagainya yang telah tertuluis atau berarti surat seperti kata "kitab" dalam ayat 28 surat (27) An Naml ,اذْهَب    بِّكِتٰبِى    هٰذَا    فَأَلْقِهْ   إِلَيْهِمْ
                                    Pergilah dengan surat saya ini, maka jatuhkanlah dia kepada mereka.......   

      Begitu juga "kutub"  (jama' kitab) yang dikirimkan dikirimkan oleh Nabi kepada raja-raja di masanya, untuk menyeru kepada mereka untuk memeluk Islam.                      
       Karena mereka belum mengenal kitab atau buku sebagai yang dikenal sekaran, sebab itu diwaktu Al Qur'anul karim itu dibukukan dimasa Khalifah Utsman bin "Affan sebagai akan diterangkan nanti, tidak tahu mereka dengan apa Al Qur'an yang telah dibukukan itu akan dinamai, dan bermacam-macamlah pendapat sahabat tentang nama yang harus diberikan. Akhirnya mewreka sepakat menaminya dengan Al Mushaf (ism maful dari ashafa, dan ashafa artinya mengumpulkan shuhuf, jamak shahifah lembaran lembaran yang telah bertulis) 
         Kendatipun bangsa Arab pada waktu itu masih buta huruf, tetapi mereka mempunyai ingatan yang amat kuat.Sebab pegangan mereka dalam memelihara dan meriwayatkan syair-syair, dari pujangga-pujangga dan penyair-penyair mereka asah (silsilah keturunan) mereka peperangan-peperangan yang terjadi diantara mereka, peristiwa-peristiwa yang terjadi dalam masyarakat dan kehidupan mereka tiap hari dan lain-lain sebagainya, adalah kepada hafalan semata-mata. 
        Demikianlah keadaan bangsa Arab diwaktu kedatangan agama Islam itu.
Maka dijalankah oleh Nabi suatu caa yang amali (praktis) yang selaras dengan keadaan itu dalam menyiarkan Al Qur'anul Karim dan mememliharanya.
        Tiap-tiap diturunkan ayat alquran, Nabi menyuruh menghafalnya dan menuliskannya di batu, kulit binatang, pelepah kurma dan apa saja yang bisa dipakai untuk ditulis. Dan Nabi menerangkan bagaimana ayat-ayat mesti disusun dalam suatu surat, artinya oleh Nabi diterangkan tertib, urut ayat-ayat itu.  Nabi mengadakan peraturan yaitu Al Qur'an sajalah yang boleh ditulis dan selain dari Al Qur'an itu yakni hadits atau pelajaran-pelajaran yang mereka dengar dari mulut Nabi dilarang menuliskannya. Larang ini ialah dengan maksud supaya Al Quranul Karim terpelihara cangan campur aduk dengan  yang lain-lain, yang juga didengar dari Nabi. 
          Nabi menganjurkan supaya Al Qur'an itu dihafal dibaca selalu dan diwajibkannya membacanya dalam sholat. 
          Dengan jalan demikian banyaklah oran g yang hafal Al Qur'an. Surat yang satu macam dihafal oleh rib uan manusia dan hafal sekalipun banyak. Dalam pada itu tidak ada satu ayatpun yang tidak dituliskan. 
          Kepandaian menulis dan membaca itu amat dihargai dan digembirakan oleh Nabi. Beliau berkata :
           " Di akherat nanti tinta ulama-ulama itu akan ditimbang dengan darah syuhada" (orang-orang 
              yang mati sahid)

    Pada peperangan Badar orang-oran g musyrikin yang ditawan oleh Nabi yang tidak mampu menebus dirinya dengan uang tetapi pandai menulis baca masing-masing diharuskan mengajar sepuluh orang muslim menulis dan membaca sebagai ganti tebusan.
     Di dalam Al Qur'an pun banyak ayat-ayat yang mengutarakan penghargaan yang tinggi terhadap hruf, pena dan tulisan firman Allah.  Surat (68) Al Qalam ayat 1  ::   وَالْقَلَمِ   وَمَا يَسْطُرُونَ   artinya : Demi pena dan apa yang mereka tuliskan.


                                                                                                  اقْرَأْ    وَرَبُّكَ    الْأَكْرَمُ
                                                                                                                                                                                        الَّذِى    عَلَّمَ    بِالْقَلَمِ
                                                           
                                                           عَلَّمَ    الْإِنسٰنَ    مَا    لَمْ   يَعْلَمْ    
Bacalah dan Tuhanmu amat mulia
Yang telah mengajarkan dengan pena
Dan telah mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.       
( Surat (96) Al Alaq ayat 3,4 dan 5)

Karena bertambahlah keinginan untuk belajar menulis dan membaca, bertambah banyaklah mereka yang pandai menulis dan membaca itu dan banyaklah orang menuliskan ayat-ayat yang telah diturunkan Nabi sendiri mempunyai beberapa orang penulis yang bertugas menuliskan Al Quran untuk beliau. Penulis-penulis beliau yang terkenal adalah Ali bin Abi Thalib, Utsman bin Affan Ubai bin Ka'ab Zahid bin Tsabit dan  Mu'awiyyah yang terbanyak menuliskan ialah Zaid bin Tsabit dan Mu'awiyyah.

      Dengan demikian terdapatlah di masa Nabi tiga unsur yang tolong-menolong memelihara Al QAur'an yang telah diturunkan itu.
  1.  Hafalan dari mereka yang hafal Al Qur'an
  2. Naskah-naskah yang ditulis untuk Nabi
  3. Naskah-naskah yang ditulis oleh merka yang pandai menulis dan membaca untuk mereka masing-masing.
      Dalam pada itu oleh Jibril diadakan ulangan (repetisi) sekali setahun. Diwaktu ulangan itu Nabi disuruh mengulang memperdengarkan Al Qur'an yang telah diturunkan. Di tahun beliau wafat ulangan itu diadakan oleh Jibril duakali. Nabi sendiri sering pula mengadakan ulangan itu terhadap sahabat sahabatnya, maka sahabat-sahabat itu disuruh beliau membecakan Al Qur'an itu di mukanya untuk membetulkan hafalan atau bacaan merreka.
        Nabi baru wafat di waktu Al qur'an  itu telah cukup dituunkanya, dan telah dituliskan semua ayat-ayatnya.
Ayat-ayatnya dalam sesuatu surat telah disusun menurut tertib urut yang ditun jukkan sendiri oleh Nabi.
       Mereka telah mendengar Al Qur'an itu dari mulut Nabi berkali-kali dalan Sholat dalam pidato-pidato beliau dalam pelajaran-pelajaran dan lain-lain sebagainya. Nabi sendiripun telah mendengar pula dari dari mereka. Pendeknya Al'Quranul Karim adalah dijaga dan terpelihara baik-baik dan Nabi telah jalani suatu cara yang amat praktis untuk memelihara dan menyarkan Al Qur'an itu sesuadu dengan keaddan bansa Arab di waktu itu.
        Satu hal yang merarik perhatian ialah Nabi baru wafat se bagai disebutkan di atas, ialah dikala Al Qur'an telah cukup diturunkan dan Al Qura'an itu sempurna diturunkan ialah diwaktu nabi telah mendekati masanya untuk kembali ke hadirat Allah Yang Maha Kuasa. 
          Hal ini bukanlah suatu kebetulan saja, hanya telah diatur oleh Yang Maha Esa.
 b. Al Qur'an di masa Abu Bakar
       Sesudah Rasulullah wafat, para sahabat baik Anshor maupun Muhajirin, sepakat mengangkat Abubakar menjadi Khalifah. Pada awal masa pemerintahannya banyak diantara orang-orang Islam yang belum kuat imannya. Terutama di Nejed dan Yaman banyak diantra mereka yang m enjadi murtad dari agamanya, dan banyak pula yang menolak membayar zakat. Disamping itu ada pula orang-orang yang mengaku dirinya se bagai Nabi. Hal ini dihadapi oleh Abubakar dengan tegas sehingga ia berkata terhadap orang-orang yang menol;ak membayar zakat itu demikian : Demi Allah Kalau mereka menolak untuk menyerarahkan seekor anak kambing se bagai zakat (seperti  apa) yang pernah mereka serahkan kepada Rasulullah, niscaya aku akan memerangi mereka. Maka terjadilah peperangan yang hebat untuk menumpas orang-orang murtad dan pengikut-pengikut orang yang mengaku dirinya nabi itu. Diantra peperangan-peperangan itu yang terkenal adalah peperangan Yamamah. Tentara Islam yang ikut peperngan ini kebanyakan dari para sahabat dan para penghafal Al Quran. Dalam peperangan in i telah gugur 70 orang yang penghafal Al Qur'an. Bahkan sebelum itu gugur pula hampir sebanyak itu dari penghafal Al Qur'an di masa Nabi pada suatu pertempuran di sumur Ma'unah dekat kota Madinah.
      Oleh karena itu UIm ar bin Khathab khawatir akan gugurnya para sahabat penghafal Al Qur'an yang masih hidup, maka ia lalu datang kepada Abubakar memusyawarahkan hal ini. Dalam buku-buku tafsir dan Hadits percakapan yang terjadi antara Abu Bakar Umar dan Zaid bin Tsabit mengenai pengumpulan Al qur'an diterangkan sebagai berikut:
       Umar berkata kepada Abubakar "Dalam peperangan Yamamah para sahabat yang hafal Al Qur'an telah banyak yang gugur. Saya khawatir akan gugurnya para sahabat yang lain dalam peperangan selanjutnya sehingga banyak ayat-ayat Alqur'an perlu "dikumpulkan".
         Abu Bakar menjawab : "Mengapa aku akan melakukan sesuatu yang tidak diperbuat oleh Rasulullah?"
       Umar mengatakan :  "Demi Allah ini adalah perbuatan yang baik" dan ia berulang kali memberikan alasan-alasan kebaikan pengumpulan Al Qur'an ini. Sehingga Allah membukaan hati Abu Bakar untuk menerima pendapat Umar itu. Kemudian Abu Bakar memanggil Zaid Bin Tsabit dan berkata kepadanya "Umar ini mengajakku mengumpulkan Al Qur'an" Lalu diceritakannya segala pembicaraannya yang terjadi antara dia dengan Umar, kemudian Abu Bakar berkata " Enkau adalah seorang pemuda yang ceerdas yang kupercayai sepenuhnya. Dan engkau adalah seorang penulis wahyu yang selalu disuruh oleh Rasulullah . Oleh karena itu maka kumpulkanlah ayat-ayat Al Qur'an itu, Zaid menjawab " Demi Allah ini adalah pekerjaan yang berat bagiku" Seandainya aku diperintahkan untuk memindahkan sebuah bukit maka hal itu tidaklah lebih berat bagiku daripada mengumpulkan Al Qur'an yang engkau perintahkan itu" Dan ia berkata selanjutnya kepda Abu Bakar dan Umar : " Mengapa kalian melakukan sesuatu yang tidak diperbuat oleh Nabi?" Abu Bakar menjawab " Demi Allah ini adalah perpuatan yang baik" ia lalu memberikan alasan-alasan kebaikan pengumpulan Al Quran itu, sehingga membukakan  hati Zaid Bin Tsabit, Kemudian ia mengumpulkan ayat-ayat Al quran dari daun, pelepah kurma, batu dan tanah yang amat keras tulang unta atau kambing dari shabat-shabat yang hafal Al Quran. 
         Dalam usaha mengumpulkan ayat-ayat Al Qur'an itu Zaid Bin Tsabit bekerja amat teliti. Sekalipun beliau hafal Al Qur'an seluruhnya, tetapi untuk kepentingan pengumpulan Al Quran yang sangat penting bagi umat Islam itu, masih memandang perlu mencocokan hafalan atau catatan sahabat-sahabt yang lain dengan disaksikan oleh dua orang saksi.
          Dengan demikian Al Qur'an seluruhnya telah ditulis oleh Zaid Bin Tsabit dalam lembaran-lembaran, dan dan dikatnya dengan benang, tersusun menurut urutan ayat-ayatnya sebagimana yang telah ditetapkan oleh Rasulullah, kemudian diserahkan kepada Abu Bakar  Mushhaf ini tetap di tangan Abu Bakar sampai ia meninggal, kemudian dipindahkan ke rumah Umar bin Khatab dan tetap ada di sana selama pemerintahannya. Setelah beliau wafat Mushaf itu dipindahkan ke rumah Hafsah putri Umar, Istri Rasullah samapi masa pengumpulan dan penyusunan Al Qur'an dimasa Khalifah Usman.

c. Membukukan Al Qura'anul Karim di masa Utsman r.a.

    Tetaplah demikian keadaan Al qur'an itu, artinya telah dituliskan dalam satu naskah yang lengkap, diatas lembaran-lembaran yang serupa, ayat-ayat dalam sesuatu surat tersusun menurut tertib urut yang ditunjukkan oleh Nabi. Lembaran-lembaran ini digulung digulung dan diikat benang disimpan oleh meraka yang disebutkan di atas.
     Di atas telah disebutkan bahwa dipermulaan pemerintah Khalifah Abu Bakar terjadi riddah (pemberontakanorang-orang murtad) Yang kemudian dapat dipadamkan oleh Abu Bakar maka setalah Zasiratul Arab tentram kembali mulailah Abu BAkar menyiarkan Islam ke negeri-negeri yang berdekatan.
         Di massa beliau tentara Islam telah memasuki kota-kota Hirah dan Anbar (di Mesopotamia) dantelah sampai di sungai Yarmuk Syiria dn di masa pemerinthan Khalifah Umar Bin Khatab kaum Muslimin telah menaklukkan bactrainne dekat sungai Ayas (Amu Daria) di sebelah timur, dan Nesir di sebelah barat.
         Di masa Khalifah Utsman bin Affan pemerintahan mereka telah sampai ke Armenia dan Azarbaiyan di sebelah timur dan Tripoli di sebelah barat.
          Dengan demikian kelihatanlah bahwa kaum Muslimin di waktu itu telah terpencar-pencar di Mesir, Syiria, Irak Persia dan Afrika.
            Kemana mereka pergi dan dimana mereka tinggal Al Quranul Karim itu  tetap menjadi imam mereka diantara meraka banyak yang menghafal Al Qur"an itu. Pada mereka ada naskah-naskah dari Al Qura;n itu tetapi naskah-naskah yang mereka punyai itu tidak sama susunan surat-suratnya.

            Begitu juga ada didapat di antara mereka pertikaian tentang bacaan Al Qur'an itu. Asal mulanya pertikaian bacaan ini ialah karena Rasullah sendiripun ada memberi kelonggaran kepada kabilah-kabilah Arab yang berada di masanya, untuk membaca dan melafazkan Alqur'an itu menurut lahjah (dialek) mereka masing-masing. Kelonggaran ini diberikan oleh Nabi supaya mudah oleh mereka menghafal Al Qur'an.
              Tetapi kemudian ada mtanda-tanda bahwa pertikaian tentang bacaan Al Qur'an. Ini kalau dibiarkan saja, kan mendatangkan perselisihan dan perpecahan yang tidak diinginkan dalam kalangan kaum muslimin
           Adalah orang yang mula-mula menghadapkan kepada hal ini seseorang sahabat yang bernama Huzzaifah bin Yaman
          Beliau ini ikut dalam pewrtempuran menaklukkan Armenia dan Azerbaiyan, maka selama dalam perjalanan dia pernah mendengar pertikaian kaum Muslimin tentang bacaan beberapa ayat Al Qur'an dan pernah di mendengar perkataan seseorang Muslim kepada temannya "Bacaan saya lebih baik dari bacaan mu". Keadaan ini mengagetkan Huzaifah, maka di waktu dia telah kembali ke Madinah segera menemui Ustman bin Affan dan kepada beliau iceritakannya apa yang dilihatnya mengenai pertikaian kaum muslimin tentang bacaan Al Quran itu, seraya berkata "Sungguh umat Islam itu sebelumnya mereka berselisih tentang Al Kitab, sebagai perselisihan Yahudi dan Nasara"
           Maka oleh Khalifah Ustman bin Affan dimintakan kepada Hafsah binti Umar lembaran-lembaran Al Qur'an yang dituluis di masa Khalifah Abu Bakar dahulu, yang disimpan oleh Hafsah untuk disalin dan oleh Habsah  lembaran lembaran Al Quran itu dibereikan kepada Khalifah Ustman bin Affan.
            Oleh Ustman dibentruklah satu panitia terdiri dari Zaid bin Stabit, sebagai ketua, Abdullah bin Zubair Ash, dan Abdur Rahman bin Harits bin Hisyam.
Tugas panitia ini adalah membukukan Al qur'an yakni menyalin dari lembaran-lembaran tersebut menjadi buku. Dalam pelaksanaan tugas ini Utsman menasehatkan supaya :
  • a  mengambil pedoman kepada bacaan mereka yang hafal alquran
  • b  kalau ada pertikaian antara mereka tentang bahasa (bacaan) maka haruslah dituliskan menurut 
  •     dialek suku Quraisy sebab Al Qur'an itu diturunkan menurut dialek mereka. 
Maka dikerjakanlah oleh panitia sebagai yang ditugaskan kepada mereka dan setelah tugas itu selesai maka lembaran-lembaran Al Qur;an yang dipinjam dafi Hafsah dikembalikan kepadanya. 
       Al Qur'an yang telah dibukukan ini dinamai "Al Mushaf" dan oleh panitia ditulis lima buah Al Mushaf , empat buah diantaranya dikirim ke Mekah, Syiria, Basrah dan Kufah, agar di tempat-tempat itu disalin pula dan masing-masing Mushaf itu dan stu buah ditinggalkan di Madinah untuk Ustman sendiri dan itulah yang dinamai dengan "Mushaf Al Imam"  Sesudah itu Utsman memerintahkan mengumpulkan semua lembaran-lembaran yang bertuliskan Al Quran yang ditulis sebelum itu dan membakarnya.
      Maka dari Mushaf yang ditulis di zaman Utsman itulah kaum Muslimin di seluruh pelosok menyalin Al Quran itu.
       Adapun kelainan bacaan, sampai sekarang masih ada, karena bacaan-bacaan yang dirawikan dengan mutawatir dari Nabi terus dipakai oleh kaum muslimin dan bacaan-bacaan tersebut tidaklah berlawanan dengan apa yang tertulis dalam Mushaf-mushaf yang ditulis di masa Utsman itu.
       Dengan demikia, maka pembukuan Alquran di masa Utsman itu fdaedahnya yang terutama ialah :
  1.  Menyatukan kaum Muslimin pada satu  macam Mushaf yang seragam ejaan tulisannya.
  2. Menyatukan bacaan dan kendatipun masih ada kelainan bacaan tetapi baccan itu tidak berlawanan dengan ejaan Mushaf-mushaf Utsman. Sedang bacaan-bacaan yang tidak sesuai dengan ejaan Mushaf-mushaf Utsman tidak dibolehkan lagi.
  3. Menyatukan tertib susunan surat-surat menurut tertib urut sebagi yang kelihatan pada Mushaf-mushaf sekarang.
Di samping itu Nabi Muhammad s.a.w. sangat menganjurkan agar para shabat menghafal ayat Al Qur'an. Karena itu banyak sahabat-sahabat yang menghafal baik satu surat, ataupun menghafal Alqur'an seluruhnya. Kemudian di zaman tabi'ien, tabi'it tabi'ien dan selanjutnya usaha-usaha menghafal Al Qur'an ini dianjurkan dan diberi dorongan oleh para Khalifah sendiri. Pada Zaman sekarang di Mesir di sekolah-sekolah Awaliyah diwajibkanmenghafal Al Quran. Kalau merka hendak meneruskan pelajaran ke sekolah-sekolah Mualim, maka hafalan mereka tentang Al Qur'an itu selalu diuji sehingga pelajar-pelajar lepasan sekolah Mualim telah hafal Al Qur'an seluruhnya dengan baik. Untuk mengambil ijazah sekolah persiapan Darul Ulum, pelajar-pelajar diuji dalam hafalan Al qur'anul Karim. Ditingkat Ibudaiyah dan Tsanawiyah pada Al Azhar pun diwajibkan menghafal Al Qur'an Begitu pulalah halnya di negara-negara Arab lain, kegiatan menghafal Al Qur'an itu dapat dilihat dengan jelas.
Di Indonesia di pondok-pondok surau-surau, pesantren-pesantren rangkang-rangkang dan madrasah-madrasah teredapat pula usaha-usaha menghafal Al Qur'an.
       Umat Islam merasa bahwa adalah suatu ibadat besar menghafal Al Qur'anul Karim. Orang-orang yang hafal Al Qur'an amat ditinggikan dan dihormati. Di Indonesia biasa diadakan musabaqoh (perlombaan) membaca Al Qur'an yang dilakukan baik oleh anak-anak atapun oleh orang-orang yang telah dewasa. Jami'atul Qurraa wal Haffazh tidak asing lagi di Indonesia berusaha dalam bidang ini.
        Untuk menjaga kemurnian Al Qur'an yang diterbitksn di Indonesia ataupun yang didatangkan dari luar negeri , pemerintah Replublik Indonesia cq Departemen Agama telah membentuk suatu panitia yang bertugas untuk memeriksa dan mentasheh Al Qur'an yang akan dicetak dan yang akan diedarkan, yang dinamai "Lajnah Pentashheh Mushhaf  Al Qur'an," yang ditetapkan dengan penetapan Menteri Agama No, 37 th 1957.
        Selain itu pemerintah juga sudah mempunyai Al Qur'an pusaka berukuran 1 x 2 m yang ditulis dengan tangan oleh penulis-penulis Indonesia sendiri, dimulai tanggal, 23 Juni 1948/17 Ramadhan 1367 dan selesainya tanggal 15 Maret 1960/ 17 Ramadhan 1379 yang sekaranh disimpan di Mesjid Baiturrahim dalam Istana Negara. Al Qur'an pusaka itu selain untuk menjaga kesucian dan kemurnian Al Quran juga dimaksudkan untuk menjadi induk dari Al Qura'an yang diterbitkan di Indonesia. Dengan demikian dapat dijaga kemurnian Al Quranul Karim tersebut.

         Dengan usaha-usaha yang disebutkan di atas terpeliharalah Al Qur'anul Karim ini, dan sampailah dia kepada kita sekarang dengan tidak ada perobahan sedikitpun juga dan apa yang telah diturunkan kepada Nabi Muhammad s.a.w.
 Demikian Sejarah Pemeliharaan Kemurnian Al Qur'an. Semoga bermanfaat dan menambah wawasan dalam Khasanah Islam.


          


 

                .
   

1 Response to "SEJARAH PEMELIHARAAN KEMURNIAN AL-QURAN"

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel